Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan BI, Ini Bank Sentral Pertama Setelah Indonesia Merdeka

Kompas.com - 07/08/2021, 14:48 WIB
Muhammad Choirul Anwar

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Bank sentral pertama di Indonesia ternyata bukanlah Bank Indonesia (BI). Pasalnya, sebelum BI didirikan sudah terdapat bank yang berperan sebagai bank sentral setelah Indonesia merdeka.

Bank tersebut adalah BNI yang kini di bawah bendera perusahaan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. BNI adalah bank sentral pertama di Indonesia setelah bangsa ini memproklamasikan kemerdekaannya tahun 1945.

Dikutip dari laman resmi BNI, pada awalnya BNI didirikan di Indonesia sebagai bank sentral dengan nama Bank Negara Indonesia.

Baca juga: Bukan Garuda, Ini Maskapai Penerbangan Pertama Milik Indonesia

Pembentukan BNI sebagai bank sentral ini dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 1946 tanggal 5 Juli 1946.

BNI vs DJB sebagai bank sentral Indonesia

Hanya saja, pada laman resmi BI, BNI tidak disebut sebagai bank sentral saat awal pendiriannya, melainkan sebagai bank sirkulasi.

Hal ini tidak lepas dari dualisme wilayah kedudukan di Indonesia. Dalam laman resminya, BI menulis bahwa pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Belanda berusaha menguasai kembali Indonesia melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA).

“Pada masa ini, NICA mendirikan kembali DJB untuk mencetak dan mengedarkan uang NICA. Hal ini bertujuan untuk mengacaukan ekonomi Indonesia,” tulis BI dalam laman resminya, dikutip pada Sabtu (7/8/2021).

DJB adalah De Javasche Bank yang sejak tahun 1828 mendapatkan octrooi atau hak-hak istimewa dari Pemerintah Kerajaan Belanda untuk menjadi bank sirkulasi.

Pada periode ini, DJB memiliki kewenangan untuk mencetak dan mengedarkan uang Gulden di wilayah Hindia Belanda.

Baca juga: RI Pernah Ekspor Opium, Jejak Pabriknya Ada di Kampus UI Salemba

Octrooi secara periodik diperpanjang setiap 10 tahun sekali. Hingga tahun 1922, telah dilakukan tujuh kali perpanjangan Octrooi. Pada tahun 1922, Pemerintah Belanda menerbitkan undang-undang De Javasche Bank Wet.

Di sisi lain, sesuai mandat yang tertulis dalam penjelasan UUD 45 pasal 23 yaitu “Berhubung dengan itu kedudukan Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas ditetapkan dengan Undang-undang”, maka Pemerintah Republik Indonesia membentuk bank sirkulasi yaitu Bank Negara Indonesia (BNI).

Keberadaan BNI milik RI dan DJB milik NICA membuat terjadinya dualisme bank sirkulasi di Indonesia dan munculnya peperangan mata uang (currency war). Pada masa ini, uang DJB yang dikenal dengan sebutan “uang merah” dan ORI dikenal sebagai “uang putih”.

Selanjutnya, pada tahun 1949, berlangsung Konferensi Meja Bundar (KMB) dengan salah satu butir kesepakatan penting adalah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Belanda. “Kedudukan RIS berada di bawah Kerajaan Belanda dan Republik Indonesia menjadi bagian dari RIS. Selain itu, KMB juga menetapkan DJB sebagai bank sirkulasi Republik Indonesia Serikat,” tulis BI.

Setelah Republik Indonesia memutuskan untuk keluar dari RIS, pada masa peralihan kembali menjadi NKRI, DJB tetap menjadi bank sirkulasi dengan kepemilikan saham oleh Belanda.

Berdirinya Bank Indonesia

Barulah pada tahun 1951, muncul desakan kuat untuk mendirikan bank sentral sebagai wujud kedaulatan ekonomi Republik Indonesia.

Baca juga: Ketika RI Jual Opium 22 Ton untuk Bayar Gaji Pegawai Pemerintah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Mulai Hitung Kebutuhan Formasi ASN di IKN

Kemenhub Mulai Hitung Kebutuhan Formasi ASN di IKN

Whats New
BEI: Eskalasi Konflik Israel-Iran Direspons Negatif oleh Bursa

BEI: Eskalasi Konflik Israel-Iran Direspons Negatif oleh Bursa

Whats New
IHSG Turun 1,11 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.260

IHSG Turun 1,11 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.260

Whats New
IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

Whats New
Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Whats New
Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com