Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Panas Bumi, Sumber Energi Ramah Lingkungan yang Hemat Devisa Negara

Kompas.com - 07/08/2021, 15:40 WIB
Rully R. Ramli,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai negara saat ini sedang berlomba-lomba memaksimalkan penggunaan sumber energi ramah lingkungan.

Panas bumi menjadi salah satu opsi yang sudah dan telah dimanfaatkan oleh sejumlah negara.

Tercatat, 29 negara telah memanfaatkan panas bumi atau geothermal untuk menghasilkan listrik. Bahkan, saat ini terdapat 5 negara yang sedang mengembangkan infrastruktur energi berbasis geothermal.

Baca juga: Pengeboran Panas Bumi di Gunung Tampomas Dilakukan Tahun ini

Bukan tanpa alasan, negara-negara tersebut memilih panas bumi karena selain dapat menghasilkan energi berupa listrik dan mengurangi emisi, juga dapat dioptimalkan sebagai sumber daya energi natural domestik.

Geothermal juga ikut berkontribusi dalam pembangunan daerah,” kata Manager Government & Public Relation Pertamina Geothermal Energy, Sentot Yulianugroho, dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (7/8/2021).

Sentot menjelaskan, berdasarkan perhitungan versi Carbon Neutral Calculator, pengurangan gas rumah kaca dengan penggunaan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) telah mencapai 14,91 juta ton CO2 per tahun.

Jumlah itu didapatkan berdasarkan kapasitas PLTP di Indonesia sebesar 2.130,6 Megawatt.

"PGE yang sudah mengoperasikan pembangkit listrik geothermal sejak hampir lima dekade lalu sudah turut mengurangi berjuta-juta ton gas CO2," ujar dia.

Baca juga: Lampaui Target, Pertamina Geothermal Energy Produksi 4.618 GWh Listrik

Saat ini saja, dengan kapasitas 672 MW, PGE sebagai bagian dari Sub Holding Pertamina PNRE telah berpartisipasi mengurangi 3,6 juta ton CO2 per tahun.

Hingga saat ini, PGE mengelola tujuh proyek dalam kerangka Clean Development Mechanism (CDM), enam di antaranya terdaftar di UNFCC (United Nations Framework Convention on Climate Change).

Terkait dengan optimasi sumber daya domestik, ujar Sentot, keberadaan PGE dari sisi ekonomi makro telah berkontribusi terhadap penghematan devisa.

Sejak 1997, Indonesia harus mengimpor minyak karena produksi dalam negeri tak sanggup memenuhi konsumsi yang terus meningkat.

"Beroperasinya PLTP secara tidak langsung berkontribusi terhadap penghematan cadangan devisa migas," kata Sentot.

Baca juga: Kapasitas PLTP di RUPTL 2021-2030 menyusut hingga 50 Persen

Sentot menjelaskan, dengan kapasitas nasional PLTP Indonesia sebesar 2.130,6 Megawatt, berarti setara dengan 100,778 Barrel Oil Equivalent Per Day (BOEPD) yang jika digenapkan satu tahun menjadi 36,78 juta Barrel Oil Equivalent.

Jika diasumsikan harga satu barel minyak 50 dollar  AS, devisa yang bisa dihemat selama setahun dari keberadaan PLTP sebesar 1,84 miliar dollar AS.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com