JAKARTA, KOMPAS.com - PT Bukalapak.com Tbk telah resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (6/8/2021) kemarin.
Harga saham perusahaan dengan kode emiten BUKA pun terkena auto reject atas (ARA) setelah melesat 210 poin atau 24,71 persen dari harga perdagangan awal Rp 850 per saham menjadi Rp 1.060 per saham.
Saham Bukalapak ditransaksikan 4.293 kali dengan nilai transaksi yang diperoleh sebesar Rp 555,59 miliar dari 524 juta lembar saham yang diperdagangkan.
Euforia transaksi BUKA pun diperkirakan masih akan berlanjut hingga pekan depan.
Bagi Anda yang berminat membeli saham Bukalapak, alangkah lebih baiknya bila telah terlebih dahulu mempelajari kinerja keuanngan perusahaan teknologi unicorn tersebut.
Baca juga: Saham Bukalapak Melejit, Harta Achmad Zaky Tembus Rp 4,79 Triliun
Berdasarkan Laporan Keuangan Bukalapak 2018-2020 yang dikutip Kompas.com, perusahaan pada tahun 2020 lalu masih mencatatkan rugi sebesar Rp 1,34 triliun.
Meski, bila dibandingkan tahun 2019, rugi perusahaan mengalami perbaikan. Pada tahun 2019, rugi Bukalapak tercatat Rp 2,79 triliun dan di tahun 2019 rugi sebesar Rp 2,24 triliun.
Sebenarnya, pendapatan perusahaan mengalami kenaikan di tahun 2020 bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, pendapatan tersebut tak bisa menutupi beban perusahaan yang cukup besar.
Di tahun 2020, Bukalapak mencatatkan pendapatan sebesar Rp 1,35 triliun, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2019 dan tahun 2018 yang masing-masing sebesar Rp 1,07 triliun dan Rp 291,9 miliar.
Namun demikian, untuk tahun 2020, beban perusahaan cukup besar, yakni untuk beban penjualan dan pemasaran di tahun 2020 mencapai Rp 1,51 triliun.
Di sisi lain, beban administrasi tercatat mencapai Rp 1,49 triliun dan beban pendapatan lain sebesar Rp 48,8 miliar dengan beban pokok pendapatan Rp 123,26 miliar.
Baca juga: Euforia terhadap Saham Bukalapak Diprediksi Berlanjut pada Pekan Depan
Dengan demikian, di tahun 2020, perusahaan mencatatkan rugi usaha sebesar Rp 1,84 triliun. Dari sisi aset, perusahaan tercatat sebesar Rp 2,59 triliun di tahun 2020.
Jumlah tersebut meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2019 yang sebesar RP 2,05 triliun. Dari sisi liabilitas, total liabilitas perusahaan di tahun 2020 sebesar Rp 985,82 miliar.
CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin pun mengakui keterbatasan sumber dana perusahaan.
Namun demikian, ia mengatakan bakal menggunakan dana segar yang didapatkan dari IPO secara optimal.
Baca juga: Perdana Melantai di Bursa, Saham Bukalapak Naik 24,71 Persen
Ia pun mengatakan, sebagai perusahaan teknologi Bukalapak ingin tumbuh sehat tanpa melakukan aksi bakar uang.
"Banyak yang bilang peusahaan teknologi kalau mau tumbuh lebih besar harus bakar uang lebih banyak. Tapi cara pikir kami di Bukalapak sedikit berbeda," ujar Rachmat ketika memberikan keterangan dalam public expose, Jumat (9/7/2021).
Namun demikian, Rachmat belum merinci secara lebih ranjut mengenai rencana perusahaan untuk memperbaiki profitabilitas perusahaan tersebut.
Dari sisi EBITDA (Earning Before Interest, Taxes, Depreciation and Amortization), kinerja Bukalapak masih cukup berdarah-darah meski membaik bila dibanding tahun 2018 lalu.
Pada tahun 2020, EBITDA Bukalapak tercatat minus Rp 1,67 triliun sementara tahun 2019 minus Rp 2,68 triliun. Tahun 2018, EBITDA Bukalapak tercatat minus Rp 2,21 triliun.
"Kami berusaha agar tren terus berlanjut sehingga bisa menguntungkan dan berkelanjutan di masa depan," jelas Rachmat.
Baca juga: Upaya Bos BEI Rayu Perusahaan Unicorn untuk IPO
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.