Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Perlu Memperluas Tax Base dan Tax Ratio

Kompas.com - 11/08/2021, 16:45 WIB
Muhammad Choirul Anwar

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah pengamat mengusulkan perlunya perluasan tax base dan tax ratio sebagai solusi atas persoalan penerimaan pajak setiap tahunnya yang tidak pernah mencapai target.

Dosen yang juga peneliti Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi Universitas Brawijaya Malang Imanina menilai, di masa pandemi Covid-19 ini tak dapat dipungkiri bahwa penerimaan negara mengalami tekanan berat.

Menurutnya hampir semua sektor perekonomian mengalami pelemahan dan menyebabkan penerimaan perpajakan tidak optimal.

Baca juga: Ada PPKM, Begini Nasib Penerimaan Pajak

Perluasan tax base atau basis penerimaan pajak menurutnya perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan penerimaan ataupun pencapaian target pajak.

Artinya, jenis barang dan jasa yang dikenai pajak harus diperluas. Salah satunya pajak karbon bagi perusahaan maupun individu yang kegiatan usahanya dapat mencemari lingkungan.

“Pajak karbon sendiri sebenarnya memang telah lama diterapkan di beberapa negara, bahkan penjelasannya pun ada dalam teori perpajakan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip pada Rabu (11/8/2021).

“Pada dasarnya tujuan pajak karbon adalah baik, karena tujuannya untuk kebaikan lingkungan yakni mendorong pengurangan emisi karbon. Di sisi lain pajak karbon dapat mendorong penerimaan negara,” sambung Imaninar.

Baca juga: Mau Beli Rumah Bebas Pajak? Simak Ketentuan Berikut

Selain pajak karbon, Imanina juga melihat demi keadilan di bidang perpajakan, sekaligus meningkatkan rasio pajak dan penerimaan negara dari sektor pajak, pemerintah perlu mengenakan cukai bagi industri soda dan plastik, serta obyek pajak lainnya.

Alasannya, mengkonsumsi soda dalam jangka panjang juga membahayakan kesehatan. Sementara penggunaan plastik jangka pendek maupun jangka Panjang juga mengganggu lingkungan hidup.

Dijelaskan Imanina, barang kena cukai (BKC) adalah barang-barang yang dibatasi peredaran ataupun penggunaannya. Hal ini disebabkan karena adanya dampak eksternalitas negatif seperti kerusakan lingkungan maupun dampak kesehatan.

“Plastik, soda, dan makanan berpemanis adalah beberapa barang yang dapat dikenai cukai sebagai alternatif barang kena cukai. Ekstensifikasi BKC tersebut diharapkan mampu menyokong penerimaan cukai, sekaligus penerimaan negara. Kita tidak dapat terus mengandalkan cukai hasil tembakau (CHT) saja untuk mengakselerasi penerimaan negara,” bebernya.

Dalam upaya memperluas basis pajak di masa pandemi ini, menurutnya ada 2 hal penting yang perlu diperhatikan.

“Pertama, perlu kecermatan untuk memilah sektor mana saja yang tidak terdampak dan sektor mana saja yang terdampak pandemi. Hal itu menjadi perhatian penting dalam upaya memperluas basis pajak di masa pandemi,” papar Imaninar.

Baca juga: Sri Mulyani Akui PPKM Pengaruhi Penerimaan Pajak pada Kuartal III 2021

Kedua, adalah waktu atau timing. Menurut Imaninar, ada beberapa kebijakan yang sebetulnya berpotensi untuk menjadi opsi diversifikasi pajak, namun belum bisa diterapkan di masa pandemi saat ini karena sektor tersebut misalnya masih terdampak dan butuh dukungan pemerintah.

“Diversifikasi penerimaan pajak, seperti pajak karbon maupun kenaikan PPN sebenarnya dapat saja diterapkan asalkan pada waktu yang tepat agar kebijakan tersebut memberikan hasil yang optimal,” jelasnya.

“Terutama bagi kenaikan PPN, hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah barang/jasa yang akan dibebani pajak tersebut harus tepat sasaran, karena tidak semua barang/jasa di Indonesia dapat dikenakan tarif yang sama untuk menciptakan keadilan,” sambung Imaninar.

Sementara itu, peneliti ekonomi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Christine Chen menambahkan, pemerintah perlu memperluas tax base, tax ratio, dan menaikan PPN dari semula 10 persen menjadi 12 persen.

Baca juga: Kabar Gembira, Beli Rumah Bebas Pajak Diperpanjang sampai Akhir Tahun 2021

Ketiganya dimasukan dalam usulan Perubahan Kelima atas Undang – undang Perubahan No 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU Perpajakan) yang sedang dibahas bersama Dewan Perwailan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

“RUU Perpajakan yang baru, (dibuat) untuk mengakomodasikan perpajakan baik di dalam maupun luar negeri. Perbaikan UU Perpajakan tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga dunia internasional,” papar Christine Chen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com