JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah saat ini tengah melakukan reformasi sistem perlindungan sosial, mulai dari pelaksanaan transformasi data penerima hingga integrasi program perlindungan.
Ini dilakukan untuk menciptakan program perlindungan yang lebih resisten terhadap goncangan ekonomi dan sosial.
Sejak merebaknya pandemi Covid-19, berbagai program perlindungan sosial telah digelontorkan oleh pemerintah kepada masyarakat terdampak.
Baca juga: Kian Pulih, Singapura Revisi ke Atas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2021
Namun, angka kemiskinan masih mengalami kenaikan, bahkan kembali ke level dua digit.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) persentase penduduk miskin pada Maret 2021 sebesar 10,14 persen, naik 0,36 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, turun tipis 0,05 persen dibanding September 2020.
"Kita harus berjuang untuk mencegah dampak pandemi tidak menaikan kemiskinan dan kerentanan," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Suharso Monoarfa, dalam webinar, Kamis (12/8/2021).
Oleh karena itu, pemerintah melaksanakan reformasi sistem perlindungan sosial guna menciptakan sistem yang lebih inklusif, tepat sasaran, berkesinambungan, dan adaptif ke depannya.
Baca juga: Kegiatan Ekonomi: Pengertian, Jenis, dan Tujuannya
"Presiden telah mengarahkan kepada Bappenas untuk menyederhanakan jumlah intervensi program, sehingga jauh lebih efektif," kata Suharso.
Pelaksanaan reformasi tersebut dilakukan melalui dua pilar utama, yakni transformasi data menuju registrasi sosial-ekonomi dan integrasi program perlindungan sosial.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.