Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

22 Tahun Pisah dari RI, Mengapa Timor Leste Setia Gunakan Dollar AS?

Kompas.com - 15/08/2021, 21:36 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Timor Leste memiliki sejarah panjang dalam penggunaan mata uangnya. Negara ini memilih menggunakan dollar AS sebagai mata uang resmi setelah berpisah dari Republik Indonesia.

Sejauh ini, Timor Leste adalah satu dari sedikit negara yang belum memiliki mata uang sendiri. Lalu mengapa Timor Leste memilih dollar AS sebagai mata uangnya dan apa alasannya?

Dikutip dari laman Peacekeeping Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), dollar AS dipilih sebagai mata uang resmi di Timor Leste sejak tahun 2000 dengan dikeluarkannya Regulation 2000/7 pada 24 Januari 2000.

Aturan tersebut berbunyi, bahwa semua transaksi resmi harus menggunakan dollar AS. Namun begitu, masyarakat masih diperbolehkan menggunakan mata uang lain yang juga masih beredar cukup banyak seperti rupiah, bath (Thailand), escudo (Portugis), dan dollar Australia.

Baca juga: Bagaimana Ekonomi Timor Leste Setelah 18 Tahun Merdeka dari Indonesia?

Saat itu, UNTAET (PBB) dan pemerintahan transisi Timor Leste beralasan, dollar AS dipilih karena mata uang tersebut stabil dan kuat serta diterima di seluruh dunia.

Keputusan itu kemudian disahkan oleh National Concultative Council (NCC) yang wewenang dan tugasnya mirip dengan MPR RI di Indonesia.

Pada awal penerapan, penggunaan dollar AS menimbulkan gelojak di tengah masyarakat. Hal ini karena nilai dollar AS sangat tinggi untuk ukuran standar harga barang dan jasa di negara bekas koloni Portugis tersebut.

Menerapkan dollar AS sebagai mata uang resmi negara, membuat harga-harga barang dengan cepat melambung tinggi.

Baca juga: Mengapa Israel Begitu Kaya Raya?

Namun pemerintah Timor Leste tidak bergeming, dan beranggapan bahwa penggunaan dollar AS tidak berpengaruh pada harga, namun masyarakatkah yang harus menyesuaikan melalui pengaturan jumlah barang atau jasa.

Sederhananya, harga beras apabila dibeli dengan rupiah adalah seharga Rp 5.000 per liter, bukan berarti setelah transisi harga beras 1 liternya kemudian dihargai 1 dollar AS.

Yang berlaku adalah, saat seorang membeli beras dengan mata uang sebesar 1 dollar AS, maka beras yang didapatkan harus lebih banyak dari 1 liter.

Selain itu, kenaikan harga-harga barang di masa transisi, menurut pemerintah, bukan karena penggunaan dollar AS, namun terjadi karena adanya prinsip pasar (permintaan dan penawaran).

Baca juga: Apa Itu Letter of Credit: Definisi, Fungsi, dan Contohnya

Keputusan untuk mengadopsi dollar AS dibuat oleh PBB dan pemerintah Timor Leste untuk menyelamatkan negara dari ketidakstabilan politik dan ekonomi.

Adopsi dolar membuatnya lebih mudah untuk investor asing untuk berdagang dan melakukan bisnis di negara tersebut.

Turis Amerika hanya perlu membawa uang mereka ke negara itu dan membelanjakannya dengan cara apa pun yang mereka inginkan.

Selain itu, ada jenis uang bernama Centavo yang dipakai sebagai alat pembayaran berbentuk koin, tapi diproduksi dan dipasok langsung dari Portugal.

Baca juga: Mengapa Dinar Kuwait Jadi Mata Uang Paling Mahal di Dunia?

Sementara uang dollar AS disuplai secara langsung dari Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed sejak tahun 2000.

Baik PBB maupun pemerintahan transisi, saat itu mengklaim bahwa penggunaan dolar AS hanya dilakukan selama dua hingga tiga tahun setelah merdeka dari Indonesia.

Namun, pada praktiknya aturan tersebut masih berlaku sampai sekarang. Hingga kini Timor Leste masih menggunakan dollar AS sebagai mata uang resminya.

Mata uang rupiah sendiri masih marak digunakan di Timur Leste, terutama daerah yang berbatasan dengan Nusa Tenggara Timur (NTT). Sementara beberapa penduduk Timor Leste di pedesaan, masih memilih menggunakan barter.

Baca juga: Penasaran Berapa Harga Bensin di Arab Saudi yang Kaya Minyak?

Meski secara teori penggunaan dollar AS bisa menguntungkan Timor Leste, namun pada kenyataannya kondisi ekonomi negara tersebut masih belum stabil. Harga-harga barang pun relatif lebih mahal dibandingkan saat masih menjadi provinsi ke-27 Indonesia.

Tingginya harga-harga barang di Timor Leste tak lain merupakan warisan dari gejolak politik dan ekonomi pasca-merdeka 22 tahun silam. 

Timor Leste masih bergelut dengan kemiskinan dan ekonomi yang tidak stabil. Dengan kata lain, program mempersiapkan mata uang sendiri tak masuk dalam agenda prioritas pemerintah. 

Baca juga: Seperti Apa Kehidupan Ekonomi Warga Palestina?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com