JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dinilai perlu mewaspadai ketahanan Anggaran Pemerintah Belanja Negara (APBN) terkait dengan rencana pengembangan PLTS Atap seperti yang tertulis dalam draf RUU Energi Baru Terbarukan.
Pakar energi dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) Mukhtasor mengatakan, pemerintah harus menjaga program percepatan energi terbarukan secara berkelanjutan dalam konteks APBN. Salah satu yang diatur adalah PLTS Atap.
"Karena menurut pandangan saya, sejumlah klausul yang muncul pada draf RUU EBT, akan berdampak signifikan terhadap keuangan negara, khususnya di kondisi serba sulit akibat dampak Covid-19, serta badan usaha milik negara (BUMN) di bidang kelistrikan," ujar Mukhtasor dalam siaran persnya dikutip Kompas.com, Senin (16/8/2021).
Baca juga: PLTS Terapung Terbesar di Asia Tenggara Siap Dibangun di Waduk Cirata
Dia menilai, APBN akan mendapat beban yang cukup berat dari program yang sedang dicanangkan demi mengejar percepatan perkembangan energi hijau di Indonesia.
Mukhtasor mengatakan, jika harga listrik yang bersumber dari energi terbarukan lebih tinggi, salah satunya PLTS Atap, dari biaya pokok penyediaan pembangkit listrik, maka pemerintah pusat berkewajiban memberikan pengembalian selisihnya kepada perusahaan listrik milik negara dan/atau Badan Usaha tersebut.
“Pertanyaannya adalah, kira-kira berapa tahun negara ini mampu menanggung cost ini? Sementara sekarang ini, masyarakat saja sudah mengibarkan bendera putih karena Covid-19. Lapangan kerja juga sulit. Karena bagaimana pun yang kita inginkan, pemerintah atau negara harus bertanggung jawab atas konsekuensi dari program ini,” ungkap Mukhtasor.
Sebagai informasi, biaya pokok penyediaan PLTU saat ini sekitar Rp 700-900 per KiloWatt Hour, sementara biaya pokok penyediaan PLTS sekitar Rp 1.400 per KiloWatt Hour.
Baca juga: Pertamina Targetkan Pasang PLTS 500 MW di Area Operasi
Dengan demikian, ada lonjakan biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah.
Sementara itu, Anggota Dewan Energi Nasional, Herman Darnel Ibrahim mengatakan, realisasi bauran energi terbarukan Indonesia pada saat ini baru berkisar 10-11 persen dari keseluruhan penggunaan energi di Tanah Air.
Angka ini hanya beranjak sedikit dibandingkan realisasi bauran energi terbarukan pada 2009 atau 12 tahun lalu, yang berada di level 7 persen.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.