Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mau Bangun Brand? Pahami Dulu Perilaku Baru Konsumen di Indonesia

Kompas.com - 20/08/2021, 11:46 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dunia sekarang tengah menjunjung sebuah tren gaya hidup baru, yakni consious lifestyle.

Tren ini mulai menjadi aksi kemanusiaan untuk memperbaiki kondisi bumi.

Kemudian, gaya hidup baru ini mempengaruhi pola konsumsi seseorang yang disebut consious consumer, yakni konsumsi yang mengedepankan kebaikan untuk diri sendiri maupun dunia.

Baca juga: Dirintis di Depok, Kini Brand Lokal Erigo Mejeng di New York

Pola consious consumer tentu berbuntut panjang pada cara konsumen memilih brand. Mereka akan lebih banyak mempertimbangkan dampak sosial, yakni seberapa besar dampak sosial yang ditawarkan sebuah brand jika mereka memilih brand tersebut.

"Consious consumer adalah satu dari 10 tren global. Ini penting disadari bagi brand market dan UMKM yang mencoba menargetkan this consious consumer, sehingga mereka tahu bagaimana caranya untuk lebih relevan," kata Institute Director HILL ASEAN dan Executive Strategy Hakuhodo International Indonesia, Devi Attamimi dalam webinar Kompas Fest, Jumat (20/8/2021).

Berdasarkan risetnya yang berjudul The Rise of Conscious ASEANs: Why Should You CARE, 78 persen masyarakat ASEAN yang menjadi responden sudah menjalankan pola consious consumer.

Hanya 11 persen responden yang belum peduli, dan 12 persen lainnya enggan menjalankan. Persentase Indonesia lebih tinggi dari ASEAN.

Tercatat, 86 persen responden mengaku sudah menjalani consious lifestyle, 11 persen belum peduli, dan 6 persen sisanya sudah peduli namun enggan menjalankan.

Baca juga: Harga Tes PCR Turun, Ini Kata Dirut Garuda

"Beberapa yang paling sering kita lihat yaitu mereka membawa barang-barang yang bisa menggantikan barang plastik. 53 persen dari responden kami menyebut bahwa mereka bawa tumbler sendiri ke coffeeshop, 53 persen lainnya bawa totebag ketika belanja sehingga mereka tidak pakai kantong plastik," ucap Devi.

Devi memaparkan, ada beberapa aspek yang membedakan pola consious lifestyle orang Indonesia dengan masyarakat global di negara maju.

Hal ini terjadi karena ada beragam keterbatasan, perbedaan karakter, dan nilai-nilai yang dijunjung.

Pertama adalah motivasi. Banyak orang di Indonesia yang mulai termotivasi setelah merasakan sendiri dampak perubahan iklim.

Sedangkan di global, gerakan semacam ini bermula dari membaca isu-isu sosial.

Baca juga: IHSG dan Rupiah Pagi Ini Bergerak Melemah

Salah satu responden misalnya, pertama kali tersadar untuk mengubah pola konsumsi adalah ketika merasakan banjir parah yang efeknya sampai berbulan-bulan.

Responden sadar, banjir perlu diatasi secara gotong royong sehingga tak melulu mengandalkan pemerintah.

"Salah satu penyebab banjir adalah sampah yang menumpuk sehingga dia berkomitmen untuk memerangi sampah dengan DIY (do it yourself)," ucap Devi.

Perbedaan selanjutnya ada pada karakter dan aksi. Masyarakat cenderung memiliki stereotipe bahwa melakukan hal baik cenderung membosankan.

Maka itu, mereka lebih memilih aksi kecil yang menyenangkan ketika mengikuti pola consious consumer.

Baca juga: Survei: 8 dari 10 Konsumen Indonesia Berbelanja Online 1 Kali Per Bulan

"Untuk itu brand harus lebih berani mendefinisikan diri dan memperkuat strategi pemasarannya," pungkas Devi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com