Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PLTS Atap Rugikan PLN? Asosiasi Energi Surya: Ada Ketakutan yang Berlebihan...

Kompas.com - 20/08/2021, 14:05 WIB
Erlangga Djumena

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) membantah pengembangan PLTS Atap membawa kerugian bagi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Untuk itu, AESI mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk segera melegislasi revisi Peraturan Menteri ESDM No. 49/2018 tentang Penggunaan PLTS Atap oleh Pelanggan PT PLN.

Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa mengungkapkan, perubahan ini diharapkan meningkatkan minat masyarakat memasang PLTS Atap yang dapat berdampak pada upaya pencapaian target bauran energi terbarukan, peningkatan investasi energi terbarukan, dan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) serta komitmen Indonesia untuk mencapai karbon netral sebelum 2060.

Baca juga: Pemerintah Diminta Waspadai Ketahanan APBN Terkait PLTS Atap Dalam RUU EBT

Proses legislasi ini masih terkendala proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

Fabby menuturkan, pemasangan PLTS Atap pada skala besar merupakan cara yang tercepat dan termurah bagi pemerintah untuk mencapai target RUEN.

Dengan potensi teknis pada segmen residensial yang mencapai 655 GWp dan potensi pasar mencapai 9-11 persen dari keseluruhan rumah tangga di Indonesia, ditambah dengan potensi PLTS Atap pada bangunan Commercial & Industry (C&I), maka akselerasi PLTS Atap sangat tepat sebagai strategi pemerintah meningkatkan bauran energi terbarukan dan menurunkan emisi GRK dalam jangka pendek.

“Untuk itu revisi Permen ESDM No. 49/2018 ini sangat tepat,” kata Fabby dalam keterangan resmi yang diterima Kontan, Kamis (19/8/2021).

Fabby mengungkapkan, revisi Permen yang memperluas cakupan kepada seluruh pelanggan di wilayah usaha seluruh pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL), yaitu PLN dan non-PLN, akan memperluas potensi pasar PLTS Atap, khususnya untuk segmen konsumen C&I.

Menurut dia, perubahan nilai ekspor listrik dari 65 persen menjadi 100 persen dengan skema net-metering dapat memperpendek masa pengembalian investasi dari yang saat ini di atas 10 tahun, bisa dipercepat di bawah 8 tahun, dengan tarif listrik saat ini.

Perubahan persetujuan permohonan yang awalnya 15 hari kerja menjadi 5 hari kerja, serta kewajiban bagi IUPTL untuk membuat meter exim selalu tersedia dapat meningkatkan appetite konsumen PLTS Atap. PLN pun tidak membayar kepada pelanggan dan surplus transfer listrik akan menjadi milik PLN setelah 6 bulan.

Kenaikan minat konsumen PLTS Atap ini pun dinilai seharusnya dilihat sebagai bentuk partisipasi atau gotong royong warga negara Indonesia terhadap upaya pemerintah meningkatkan energi terbarukan dan penurunan emisi CO2 dengan biaya sendiri dan tidak membebani keuangan negara dan BUMN.

AESI menilai pandangan beberapa pihak yang menyatakan PLTS Atap akan membawa kerugian bagi PLN tidak tepat dan menyesatkan. Berdasarkan kajian USAID & NREL (2020)1 jika kapasitas PLTS Atap mencapai 3 GW, dengan tingkat tarif saat ini maka penurunan pendapatan PT PLN sangat kecil, hanya 0,2 persen.

Sebagai catatan sampai dengan Januari 2021, jumlah kapasitas PLTS Atap di pelanggan PLN baru sebesar 22,63 MW.

“Jelas sekali ada ketakutan berlebihan dan upaya sistematis untuk membesar-besarkan hal yang sebetulnya bukan isu penting dari revisi Permen ini,” kata Fabby.

Baca juga: Pasang Panel Surya, Berapa Lama Bisa Balik Modal?

Bahkan pada sejumlah sistem, misalnya di Jawa-Bali, meningkatnya populasi PLTS Atap yang menghasilkan listrik di siang hari dapat membantu memangkas biaya produksi listrik dari PLTG/PLTGU yang beroperasi di beban menengah (load follower).

Halaman:
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com