Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Taliban, Penguasa Baru Kekayaan Tambang Rp 14.000 Triliun di Afghanistan

Kompas.com - 20/08/2021, 16:15 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber CNN,DW

KOMPAS.com - Jatuhnya Afghanistan ke tangan rezim Taliban secara otomatis mengalihkan penguasaan atas kekayaan mineral tambang di negara itu. Potensi ekonominya bahkan mencapai 1 triliun dollar AS atau setara Rp 14.000 triliun (kurs Rp 14.000).

Afghanistan sendiri dikenal sebagai negara yang terkurung daratan (landlock). Wilayahnya didominasi pegunungan dan gersang. Namun, di balik itu, Afghanistan juga menyimpan kekayaan alam yang luar biasa.

Dikutip dari DW, Jumat (20/8/2021), Taliban selama dikenal mendapatkan sumber dana dari penjualan opium dan heroin. Dengan menjadi penguasa baru di Afghanistan, otomatis kelompok gerilyawan tersebut menjadi penguasa baru atas kekayaan tambang mineral.

Pada tahun 2010, sebuah laporan yang dirilis ahli geologi AS memperkirakan bahwa Afghanistan, salah satu negara termiskin di dunia, memiliki kekayaan mineral hampir 1 triliun dollar AS.

Baca juga: 22 Tahun Pisah dari RI, Mengapa Timor Leste Setia Gunakan Dollar AS?

Kekayaan tambang tersebut antara lain bijih besi, tembaga, lithium, kobalt, dan logam langka dengan kandungan cukup banyak di Afghanistan.

Dalam beberapa dekade, sebagian besar sumber daya alam tersebut tetap tak tersentuh alias tidak sempat dieksploitasi karena rentetan konflik yang mencabik-cabik negara ini.

Sementara itu, harga dari banyak komoditas mineral tersebut telah meroket, dipicu oleh transisi global dari energi fosil ke energi hijau.

Banyak kebutuhan logam mineral seperti tembaga dan lithium untuk bahan baku memproduksi berbagai produk teknologi non-fosil seperti panel surya dan kendaraan listrik yang permintaannya terus naik.

Baca juga: 7 Kota di Indonesia yang Dibangun Penjajah Belanda dari Nol

Sebuah laporan tindak lanjut oleh Pemerintah Afghanistan pada tahun 2017 memperkirakan bahwa kekayaan mineral baru di negara itu mungkin mencapai 3 triliun dollar AS, termasuk bahan bakar fosil.

Lithium, yang digunakan dalam baterai untuk mobil listrik, smartphone, dan laptop, menghadapi permintaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 20 persen dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu yang berkisar 5-6 persen.

Dalam sebuah memo dari Pentagon menyebutkan bahwa deposit lithium di Afghanistan bisa menyamai Bolivia yang selama ini dinobatkan sebagai produsen lithium terbesar dunia.

Harga tembaga juga mendapat keuntungan dari pemulihan ekonomi global pasca-Covid-19 dengan naik 43 persen dibandingkan pada tahun lalu.

Baca juga: Mengapa Israel Begitu Kaya Raya?

Incaran China dan Rusia

Saat negara-negara Barat masih menganggap Taliban sebagai organisasi teroris, tak demikian halnya dengan China dan Rusia. Kedua negara itu kemungkinan akan menjalin kerja sama bisnis dengan pemerintah baru tersebut.

Sebagai produsen hampir setengah dari barang-barang industri yang beredar di seluruh dunia, China sangat haus akan bahan baku mineral.

Bahkan, sejauh ini Beijing sudah menjadi investor asing terbesar di Afghanistan. Setelah negara itu dikuasai Taliban, China tampaknya akan memimpin investasi asing di sana.

Halaman:
Sumber CNN,DW
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com