Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lonjakan Kasus Covid-19 Berpotensi Dongkrak Angka Kemiskinan dan Stunting pada Balita

Kompas.com - 23/08/2021, 14:06 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mewaspadai lonjakan kasus Covid-19 varian Delta yang berpotensi meningkatkan angka kemiskinan.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti mengatakan, kemiskinan berimplikasi pada prevalensi stunting di Indonesia.

Anak-anak balita yang lahir dari masyarakat rentan dan miskin berpotensi lebih tinggi terkena stunting karena asupan gizi tidak terpenuhi.

Baca juga: Dampak Pandemi, Kemenkeu: Anak Usia 0-2 Tahun Berpotensi Tinggi Kena Stunting

"Kita perlu mewaspadai peningkatan kasus Covid-19 di bulan Juli tahun ini juga menjadi warning bagi pemerintah mengingat kemiskinan merupakan faktor penting penyebab terjadinya stunting pada anak balita," kata Astera Primanto Bhakti dalam Rapat Koordinasi Nasional secara virtual, Senin (23/8/2021).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat kemiskinan pada bulan Maret 2021 mencapai 10,14 persen.

Meski lebih rendah dibanding September 2020, Astera mengakui pandemi menambah tantangan pemerintah dalam upaya menurunkan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024.

Saat ini saja, angka stunting di Indonesia berada di posisi tertinggi kedua di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) setelah Kamboja.

Angka prevalensi stunting di Indonesia juga cukup tinggi dibandingkan angka prevalensi stunting dunia tahun 2020 yaitu 22 persen.

Baca juga: Cegah Stunting, Tanoto Foundation Beri Pendampingan kepada 7 Kabupaten

"Pandemi telah menghambat kegiatan-kegiatan pencegahan stunting. Akses penduduk miskin terhadap pangan menurun karena hambatan produksi atau distribusi. Kehilangan pendapatan juga berdampak pada berkurangnya kemampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan bergizi," beber Astera.

Astera mengungkapkan, kerentanan yang lebih tinggi akan dialami oleh anak-anak usia 0-2 tahun saat pandemi Covid-19.

Padahal, pada tahun 2019, angka prevalensi stunting menurun menjadi 27,7 persen dari 37,2 persen pada tahun 2013.

Menurutnya, pemerintah baik pusat dan daerah harus bekerjasama menangani persoalan stunting karena masalah ini merupakan masalah multidimensi, bukan hanya masalah ibu dan anak saja.

"Terlebih lagi di tengah pandemi Covid-19 ini di mana anak-anak terus mengalami tantangan berupa resiko kekurangan gizi," ujar dia.

Baca juga: Kementan Sebut P2L Dapat Tingkatkan Kecukupan Pangan dan Gizi Masyarakat

Pemerintah akan menurunkan prevalensi stunting pada tahun 2022 menjadi 18,4 persen. Astera bilang, ada 5 kebijakan utama untuk mendukung ketercapaian target.

Target pertama yaitu penajaman sasaran prioritas untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 0-23 bulan yang umumnya disebut sebagai rumah tangga dengan 1.000 HPK.

Begitu pula sasaran untuk anak usia 24-59 bulan, wanita usia subur, remaja putri, dan calon pengantin.

Kedua adalah perluasan fokus prioritas hingga di 514 kabupaten/kota, diikuti oleh penguatan regulasi lembaga melalui Perpres Percepatan Penurunan Stunting, dan implementasi konvergensi program di lapangan melalui penguatan peran BKKBN.

"Kelima adalah penajaman intervensi gizi spesifik dan sensitif. Kebijakan tahun 2022 tersebut di-support dengan dukungan terhadap penyediaan basis data yang terintegrasi dan dukungan TKDD tahun anggaran 2022," pungkas Astera.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com