Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah dan BI Perpanjang Burden Sharing, Ini Mekanismenya

Kompas.com - 25/08/2021, 09:14 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) sepakat melanjutkan pembiayaan sebagian defisit fiskal oleh bank sentral dengan skema bagi-bagi beban (burden sharing).

Lewat kerja sama itu, BI akan membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan negara sebesar Rp 215 triliun tahun 2021 di luar yang telah dibeli BI hingga saat ini dan Rp 224 triliun pada tahun 2022. Semula, skema tanggung renteng ini seharusnya berakhir pada tahun 2021 dan sebagian lainnya telah berakhir pada akhir tahun lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kesepakatan tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia III alias SKB III.

Baca juga: Burden Sharing Diperpanjang, BI: Tidak Pernah Kurangi Independensi Bank Sentral

Dasar Hukum SKB III mengacu pada empat UU, yakni UU Nomor 23 Tahun 1999, UU Nomor 24 Tahun 2002, UU Nomor 19 Tahun 2008, dan UU Nomor 2 Tahun 2020.

"Saat ini kami telah melakukan persetujuan tentang SKB III yang menggunakan landasan hukum yang sama yaitu UU 2/2020. Pemerintah bersama BI berkoordinasi untuk BI bisa berpartisipasi aktif dalam pembelian SBN di pasar perdana termasuk kontribusi dalam pembiayaan kesehatan dan kemanusiaan," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Selasa (24/8/2021).

Bendahara Negara ini menyebut, ada beberapa mekanisme yang perlu diperhatikan dalam kerja sama. Tujuannya agar tidak mengganggu kemampuan BI dalam melakukan kebijakan moneter dan pembiayaan atau pembelian SBN sesuai neraca BI. Di sisi lain, pemerintah tetap bisa menyesuaikan target defisit fiskal sebesar 3 persen tahun 2023.

Baca juga: Burden Sharing Diperpanjang, Sri Mulyani Tegaskan Pemerintah Tak Sulit Tarik Utang

Nantinya, hasil penerbitan SBN ditempatkan oleh pemerintah dalam rekening khusus di BI. Ketentuan dan mekanisme pengelolaan rekening khusus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan dan rekening khusus tidak diberikan remunerasi oleh BI.

Kontribusi yang dibayarkan BI kepada pemerintah diakui dan dicatat oleh BI sebagai bagian beban BI.

Dua klaster pendanaan

Sri Mulyani mengungkap, ada 2 klaster pembelian SBN oleh BI dalam SKB III. Klaster A sebesar Rp 58 triliun tahun 2021 dan Rp 40 triliun pada tahun 2022 dengan tingkat suku bunga BI-7DRRR tenor 3 bulan ditanggung BI.

Baca juga: Sri Mulyani Sebut Bakal Ada Vaksinasi Mandiri Tahun Depan

Pendanaan ditujukan untuk penanganan kesehatan yang meliputi pendanaan program vaksinasi dan penanganan kesehatan terkait pandemi Covid-19 dan lainnya.

Sementara klaster B mencapai Rp 157 triliun tahun 2021 dan Rp 184 triliun tahun 2022 dengan tingkat suku bunga yang sama dengan klaster A namun ditanggung pemerintah.

Pendanaan digunakan untuk penanganan pandemi Covid-19 selain cluster A, dan penanganan kemanusiaan dalam bentuk pendanaan untuk berbagai program perlindungan sosial bagi masyarakat dan usaha kecil terdampak.

Karakteristik SBN yang dibeli

Jenis dan karakteristik SBN yang diterbitkan pemerintah pada SKB III juga disesuaikan agar BI tetap melakukan ekspansi moneter.

SBN kata Sri Mulyani, diterbitkan dalam mata uang rupiah, berjangka panjang dengan tenor 5-8 tahun, bersifat tradable dan marketable, seri SBN baru (new issuance) dan penerbitan kembali (reopening), dan tingkat bunga/imbalan mengambang dengan penyesuaian dilakukan setiap 3 bulan.

Baca juga: Pilih Burden Sharing daripada Pangkas Anggaran Jumbo Kementerian/Lembaga, Ini Kata Sri Mulyani

Lalu, tingkat bunga yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan tingkat bunga adalah suku bunga reverse repo BI tenor 3 bulan, dan metode pembelian SBN oleh BI dengan cara private placement.

Karena bersifat tradable, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, kerja sama pembelian SBN oleh BI bersama pemerintah ini tidak akan mengganggu independensi BI sebagai bank sentral. SBN yang dibeli bisa digunakan BI untuk ekspansi moneter seperti stabilisasi nilai tukar rupiah.

"SBN marketable dan tradable, jumlahnya terukur sehingga ini kami bisa lakukan untuk kemampuan BI untuk melakukan stabilisasi nilai tukar maupun inflasi," beber Perry.

Kurangi beban bunga pemerintah

Karena dibeli oleh bank sentral dengan tingkat bunga reverse repo BI tenor 3 bulan, kerja sama mengurangi beban pemerintah dalam pembayaran bunga. Perry menjelaskan, tingkat bunga SBN yang dibeli BI akan lebih rendah dari pasar.

Baca juga: Aset Kripto Kompak Rontok, Bitcoin Merosot ke Level 48.000 Dollar AS

Di sisi lain dalam pendanaan klaster A, bank sentral akan menanggung semua beban bunga. Pendanaan klaster A ini ditujukan untuk penanganan kesehatan Covid-19 termasuk program vaksinasi.

Besaran pengurangan beban bunga pemerintah tahun depan adalah Rp 17,36 triliun, berasal dari beban bunga SBN yang lebih murah Rp 13,74 triliun dan pengembalian bunga oleh BI Rp 3,62 triliun.

"Jadi (pendanaan) klaster B (dengan bunga yang ditanggung pemerintah) lebih murah, dan klaster A yang beban bunganya ditanggung BI beban pemerintah jadi 0 persen. Ini tujuannya adalah mengurangi beban negara, membiayai kesehatan dan kemanusiaan," jelas Perry.

Bukan karena sulit tarik utang

Sri Mulyani lagi-lagi menegaskan, perpanjangan skema bagi-bagi beban (burden sharing) antara pemerintah dengan Bank Indonesia bukan berarti RI sudah kesulitan menarik utang.

Pemerintah, kata Sri Mulyani, masih memiliki beberapa pilihan hingga akhirnya bank sentral memutuskan berkontribusi.

Baca juga: Ingin Mencapai Financial Freedom? Ini Langkah-langkah yang Perlu Dilakukan

"Sama sekali tidak ada kesulitan dari penarikan utang, baik berasal dari market domestik, global, bilateral, dan multilateral (sebagai alasan perpanjangan burden sharing)," beber dia.

Dia pun lebih memilih burden sharing alih-alih memangkas anggaran kementerian/lembaga yang difasilitasi anggaran jumbo, salah satunya TNI Polri. Menurutnya, TNI/Polri harusnya disediakan anggaran berlebih karena lembaga negara tersebut ditugaskan untuk membantu percepatan vaksinasi.

Sri Mulyani juga sudah berkali-kali mengalihkan anggaran program non-prioritas selama pandemi. Hal ini terlihat ketika Kemenkeu merefocusing dan merealokasi anggaran K/L dan TKDD sebanyak 4 kali.

Refocusing pertama dilakukan pada Februari hingga Maret 2020 ketika pandemi baru masuk ke Indonesia. Saat ini, bendahara negara ini memangkas Rp 59,1 triliun anggaran K/L dan Rp 15 triliun TKDD.

Refocusing tahap kedua dilakukan menjelang Lebaran ketika pemerintah memutuskan untuk tidak membayar tunjangan kinerja (tukin) dan gaji ke-13 PNS. Dari sini, pemerintah mendapat Rp 12,3 triliun untuk penanganan pandemi.

Kemudian tahap ketiga terjadi ketika varian Delta masuk pertengahan tahun ini. Anggaran K/L dipangkas Rp 26,2 triliun dan TKDD sebesar Rp 6 triliun.

"Sesudah tiga kali (refocusing), kita masih lakukan refocusing keempat Rp 26,3 triliun dari anggaran tambahan Rp 55 triliun K/L. Jadi poinnya, pemerintah terus melakukan dan kita berterima kasih dengan DPR diberikan fleksibilitas," pungkas Sri Mulyani.

Baca juga: Restoran Subway Bakal Buka Gerai di Indonesia, Ini Jadwal dan Lokasinya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

Whats New
Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Whats New
IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

Whats New
Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Whats New
Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Whats New
Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Whats New
Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Whats New
Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Whats New
Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Whats New
Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Whats New
Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Whats New
KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

Whats New
Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Whats New
Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Whats New
Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com