Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Hati-hati Kaji Wacana Moratorium PKPU dan Kepailitan

Kompas.com - 26/08/2021, 16:44 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah saat ini tengah mengkaji usulan pengusaha terkait penghentian sementara atau moratorium perkara kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) selama tiga tahun.

Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto saat menjadi pembicara dalam Rakerkornas Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ke-31 pada Selasa (24/8/2021).

Ia menjelaskan, kasus kepailitan dan PKPU mengalami peningkatan hingga kini ada 480 kasus yang tersebar di pengadilan Jakarta, Surabaya, dan sebagainya. Pemerintah pun melihat adanya indikasi moral hazard akibat mudahnya syarat pengajuan permohonan PKPU dan pernyataan pailit.

"Sekarang pemerintah sedang menjajaki hal tersebut, karena ini bukan hanya dimanfaatkan debitur tetapi beberapa kreditur juga menggunakannya sebagai bagian dari aksi korporasi mereka," ujar Airlangga.

Baca juga: IHSG Makin Ambles di Penutupan Perdagangan, 3 Saham Ini Paling Banyak Dilepas Asing

Menanggapi hal tersebut, Praktisi Kepailitan, Pengurus PKPU, dan Kurator Kepailitan, Januardo S. P. Sihombing mengatakan, pengajuan permohonan PKPU dan pernyataan pailit di pengadilan niaga memang tengah menjadi tren upaya penyelesaian utang-piutang antara debitor dan kreditor dalam beberapa tahun terakhir.

Namun demikian ia menilai, sebelum diterbitkannya aturan terkait moratorium tersebut, perlu kebijaksanaan dalam melihat secara utuh dan menyeluruh terkait instrumen PKPU maupun kepailitan.

"Terdapat perbedaan mendasar dari spirit yang dibawa oleh PKPU dan kepailitan," ujar Januardo dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (26/8/2021).

PKPU merupakan wadah restrukturisasi dengan kepastian hukum berdasarkan putusan pengadilan, yang membawa spirit perdamaian (homologasi) antara debitur dan kreditur.

Ia mengatakan mekanisme PKPU hanya terbatas pada ruang solutif bagi para kreditur maupun debitur untuk melakukan diskusi dan negosiasi, serta pemungutan suara (voting) terhadap proposal perdamaian yang disusun secara kolektif berdasarkan kemampuan debitur sebagai pihak yang paling mengetahui kondisi keuangannya.

Baca juga: Kredit Perbankan Tumbuh 0,5 Persen, Ini Pendorongnya

"Hal-hal yang disampaikan dalam proposal tersebut merupakan suatu restrukturisasi atau perbaikan atas perikatan yang terjadi sebelumnya," kata dia.

Sementara dalam kepailitan, meskipun dimungkinkan adanya pengajuan proposal perdamaian, namun tendensi dari pengajuan permohonan pailit adalah adanya pemberesan atas harta debitur untuk dibagikan kepada para kreditur secara pari passu pro rata parte, yang dilakukan berdasarkan asas keadilan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (UUK PKPU).

Ia menuturkan adanya konsekuensi hukum pailit apabila tidak tercapai perdamaian dalam PKPU yang telah diupayakan, bukanlah suatu pengabaian terhadap spirit perdamaian, melainkan merupakan bentuk kepastian hukum dari UUK PKPU.

Sebab kata dia, pengajuan permohonan PKPU maupun pernyataan pailit menganut prinsip presumed insolvency yaitu debitur tidak perlu dibuktikan dalam keadaan insolven melainkan diperkirakan dalam keadaan insolven.

"Dengan tidak diterimanya proposal perdamaian dalam PKPU, maka debitur telah dianggap tidak mau dan tidak dapat membayar kewajibannya, sehingga undang-undang memberikan kepastian hukum pembayaran kewajiban debitur melalui penerapan pemberesan terhadap harta debitur dalam proses kepailitan," jelas Januardo.

Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu melanjutkan, dengan berpedoman atas spirit PKPU maupun kepailitan tersebut, maka untuk mengidentifikasi keselarasan tujuan dalam pelaksanaan hukum, perlu untuk menilik teori tujuan hukum Gustav Radbruch yang memiliki tiga tujuan yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

Baca juga: Sudah Dibuka, Ini Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 19

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com