Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Soal Program Food Estate Pemerintah, Begini Tanggapan Akademisi

Kompas.com - 26/08/2021, 17:40 WIB
Alifia Nuralita Rezqiana,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Akademisi Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), Sulakhudin menilai, Indonesia membutuhkan program food estate seperti yang telah dicanangkan pemerintah.

Food estate atau lumbung pangan bagi sebuah negara agraris adalah keniscayaan,” kata Sulakhudin dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (26/8/2021).

Meskipun keberadaan food estate bagi penyedia lumbung pangan nasional tak dapat dielakkan, menurut Sulakhudin, masih banyak masalah yang menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah.

Ia mengatakan, tingkat kesuburan tanah Pulau Jawa, Bali, dan Lombok, ibarat level bintang lima. Sementara itu, kesuburan tanah di Pulau Sumatera berada pada level bintang empat, Pulau Sulawesi dan Papua bintang tiga, Pulau Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur (NTT) bintang dua.

Baca juga: Soal Food Estate di Sumut, Guru Besar USU: Pembukaan Lahan Tak Sia-sia

Sulakhudin mengatakan, ketika menipisnya tanah sawah di Pulau Jawa digantikan dengan pengembangan lumbung pangan di Pulau Kalimantan dan NTT, hal ini seperti perbandingan kualitas bintang lima dan bintang dua.

“Artinya, banyak masalah yang harus diselesaikan dan butuh waktu serta ketekunan berbagai pihak dalam menanggulanginya,” tuturnya.

Ia menjelaskan, Pulau Kalimantan mempunyai level kesuburan tanah yang paling rendah se-Indonesia.

“Pulau ini (Kalimantan) hanya merupakan perbukitan terdiri dari tanah tua yang miskin hara dan hamparan rawa atau tanah gambut yang rentan mengalami kerusakan,” papar Sulakhudin.

Adapun tanah di kawasan NTT, lanjut dia, umumnya merupakan tanah mineral yang tidak memiliki cukup sumber air untuk menanam padi.

Baca juga: Kementan Klaim Food Estate Dibuat Sesuai Kajian dan Tepat Sasaran

Sementara itu, akademisi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Muhammad Kundarto mengatakan, pelaksanaan program food estate di Pulau Kalimantan, NTT, dan Sumatera Utara (Sumut) harus diimbangi dengan upaya mempertahankan lumbung pangan di daerah lainnya.

Daerah lumbung pangan yang dimaksud termasuk Pulau Jawa, Bali, dan Sumatera.

Kundarto menilai, pelaksanaan program food estate perlu melibatkan para akademisi perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan pihak lainnya.

“Sehingga gerak langkah penelitian, uji coba lapangan (demplot), dan pemberdayaan petani, dapat dilakukan seiring dan sejalan dengan introduksi teknologi tepat guna untuk memulihkan kerusakan lahan dan meningkatkan produksi pangan,” jelas Kundarto.

Baca juga: Dalam 2 Tahun Terakhir, Mentan SYL Klaim Kementan Tak Rekomendasikan Impor Beras

Ia mengatakan, meskipun program food estate pemerintah dalam memanfaatkan lahan bekas proyek lahan gambut (PLG) di Pulau Kalimantan pernah gagal, saat ini sudah banyak bentang lahan rawa yang dapat dibudidayakan sebagai lahan pertanian.

“(Hanya saja), sebagian lahan yang masih tergenang terlalu dalam dan (memiliki) PH tanah atau air terlalu rendah, masih membutuhkan ketekunan untuk mengubahnya,” papar Kundarto.

Genangan air tersebut, kata dia, membutuhkan sentuhan teknis sipil untuk mengatur tata air inlet dan outlet.

Lebih lanjut, Kundarto memaparkan, PH tanah yang terlanjur rendah butuh pasokan air netral berkelanjutan agar pH meningkat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com