Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Obligor BLBI Tinggal di Singapura

Kompas.com - 30/08/2021, 17:05 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Harian Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Rionald Silaban menyebutkan mayoritas obligor BLBI yang berada di luar negeri bermukim di Singapura saat dipanggil oleh tim untuk melunasi kewajiban kepada negara.

"Maka dari itu kami banyak berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Singapura mengenai hal ini," ungkap Rionald Silaban dilansir dari Antara, Senin (30/8/2021).

Namun, ia menegaskan pemanggilan obligor BLBI yang berada di luar negeri akan menjadi langkah lanjutan dari penagihan yang sedang dilakukan saat ini.

Rencananya, pemanggilan obligor BLBI yang tinggal di luar negeri nantinya akan dipandu oleh Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), yang saat ini sudah mulai memberi saran kepada Tim Satgas mengenai penanganan obligor di luar wilayah Indonesia.

Baca juga: Terseret Korupsi BLBI, Tanah di Lippo Karawaci Dirampas Sri Mulyani

Saat ini, Satgas BLBI, kata Rionald, akan fokus terlebih dahulu kepada obligor yang berada di dalam negeri, karena masih banyak obligor yang perlu memenuhi panggilan tim.

"Pemanggilan terus dilakukan dan pada dasarnya kami di Satgas membentuk beberapa tim dan masing-masing tim memegang atau mengendalikan beberapa obligor dan debitur," ujar dia.

Ia mengungkapkan setidaknya pemanggilan obligor kini sudah dalam beberapa tahapan, yakni ada beberapa obligor yang baru mulai dipanggil, sudah dipanggil, dan ada beberapa yang masih dalam pembicaraan perjanjian untuk mengajukan proposal.

Sejarah BLBI

BLBI merupakan skandal yang terjadi sejak tahun 1998, namun belum juga selesai hingga sampai saat ini.

Baca juga: Kisah Tommy Soeharto Berbisnis Mobil Timor hingga Tersandung BLBI

Dalam kasus korupsi BLBI, kerugian yang ditimbulkan sangat besar dan menguras kas negara. Selain kerugian dari belum optimalnya pengembalian aset dari debitur atau obligor BLBI, kerugian lainnya yang timbul adalah bunga yang harus ditanggung negara.

"Pemerintah selama 22 tahun selain membayar pokoknya, juga membayar bunga utangnya karena sebagian dari BLBI ada yang menggunakan tingkat suku bunga yang dinegosiasikan. Jelas pemerintah menanggung bebannya hingga saat ini," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Pengamanan Aset Tanah dan Bangunan BLBI.

Sebagai informasi, bantuan kredit BLBI digelontorkan Bank Indonesia untuk membantu perbankan Indonesia yang sekarat dalam krisis keuangan tahun 1997-1998.

BLBI diberikan kepada para pemilik bank saat itu agar likuditas terjaga demi menghindari kolapsnya perbankan Indonesia. Tahun 1998 silam, tercatat total ada 22 obligor yang mendapatkan dana BLBI sebesar Rp 110 triliun.

Baca juga: Korupsi BLBI: Obligor yang Utang, Kenapa Pemerintah yang Bayar Bunga?

Belakangan, dana BLBI yang tujuan awalnya diberikan untuk menjaga likuiditas, belakangan justru terundikasi banyak diselewengkan para obligor. Sejumlah obligor juga belum melunasi utangnya tersebut kepada pemerintah.

Yang jadi masalah, dana BLBI tidak serta merta turun diambil langsung dari dana APBN.

Guna menyediakan dana untuk BLBI, pemerintah harus berutang dengan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN). Sampai saat ini, SUN masih dipegang oleh BI, dan 'argo' bunga dan pokok utang terus berjalan selama 22 tahun.

Pemerintah merinci, setidaknya ada 48 obligor dan debitur yang memiliki kewajiban pembayaran utang kepada negara. Secara keseluruhan, besaran utang yang ditagih kepada para obligor dan debitur BLBI adalah senilai Rp 110,45 triliun.

Baca juga: 22 Tahun Mengejar Para Obligor dan Debitor BLBI...

Untuk menagih utang tersebut, pemerintah akhirnya membentuk Satgas BLBI yang pembentukannya ditandatangani langsung oleh Presiden RI Joko Widodo. Satgas diberikan tugas untuk mengejar para obligor/debitur hingga ke luar negeri sampai tahun 2023.

Per hari ini, pemerintah mulai menyita aset-aset para obligor dan debitur penerima BLBI. Aset-aset yang disita adalah aset tanah dan bangunan di empat tempat berbeda, yakni di Medan, Pekanbaru, Bogor, dan Tangerang.

Tercatat, negara menyita 49 bidang tanah eks BLBI dengan luasan mencapai 5,29 juta meter persegi atau 5.291.200 meter persegi.

Pemerintah juga menyita aset properti yang berada di lingkungan Lippo Karawaci milik eks Bank Lippo dan debiturnya dengan luasan sekitar 25 hektar.

Baca juga: Sulitnya Negara Kejar Utang Rp 110 Triliun ke Obligor BLBI

Selain itu, pemerintah juga telah melakukan pemanggilan kepada beberapa obligor atau debitur.

“Ada yang langsung datang dan bahkan ada juga yang harus dipanggil tiga kali baru mau datang. Kita selama ini memanggil dua kali secara personal dan tidak dipublikasikan. Kalau ada niat baik dan mau menyelesaikan, kita akan membahasnya dengan mereka,” kata Sri Mulyani dikutip dari Kontan.

Akan tetapi, jika sudah dipanggil sebanyak dua kali dan tidak mendapatkan respons, maka pemerintah akan mengumumkan ke publik siapa saja obligator dan debitur tersebut, dan kemudian akan dilakukan langkah-langkah selanjutnya.

Sri Mulyani bilang, yang terpenting adalah pemerintah mendapatkan kembali hak tagih atas bantuan BLBI yang diberikan lebih dari 22 tahun lalu. Ia menghitung-hitung, selama 22 tahun bunga yang dibayarkan pemerintah bisa sampai di atas 10 persen.

Baca juga: Mengapa Banyak Pebalap F1 Memilih Tinggal di Monako?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com