JAKARTA, KOMPAS.com - Harga aluminium di pasar internasional terus menguat. Bahkan, pada sesi perdagangan Senin (6/9/2021), harga komoditas ini mencapai level tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Dilansir dari CNN, Selasa (7/9/2021), harga aluminium menguat 1,8 persen ke level 2.775,5 dollar AS atau Rp 39,6 juta per ton pada London Metal Exchange (LME). Ini merupakan level tertinggi sejak Mei 2011.
Penguatan tersebut terjadi seiring dengan adanya kudeta di Guinea, yang merupakan salah satu pemasok utama komoditas penghasil logam itu.
Konflik politik di negara Afrika itu menimbulkan kekhawatiran kelangkaan pasokan untuk produksi aluminium.
Baca juga: Inalum dan Antam Kerja Sama dalam Hilirisasi Bauksit Jadi Alumina
“Militer (Guinea) telah menutup perbatasan darat dan udara, sehingga saya pikir ini akan menimbulkan sebuah disrupsi,” ujar Kepala Strategi Komoditas ING, Warren Petterson.
Guinea merupakan negara terbesar kedua setelah Australia yang memproduksi bauksit. Produksi ini sebagian besar diimpor ke China, yang merupakan produsen aluminium terbesar dunia.
Sebelum konflik terjadi, harga aluminium juga telah meroket sepanjang tahun ini. Mulai pulihnya permintaan global dan adanya pemangkasan produksi di China menjadi dua sentimen utama pengerek harga aluminium.
Penguatan harga aluminium dikhawatirkan akan memberikan efek domino ke harga komoditas lain. Pasalnya, hasil tambang ini merupakan salah satu komponen utama dari ragam komoditas, mulai dari ponsel, mobil, hingga pembangkit energi.
Baca juga: Dikunjungi Mentan SYL, Asisten Setda Papua: Selama Ini Kami Terhipnotis Tambang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.