Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karsino Miarso
Praktisi dan konsultan pajak

Pernah meniti karier di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Sekarang bernaung di MUC Consulting sebagai Tax Partner sekaligus Director MUC Tax Research Institute.

Menyoal Perluasan Basis Pajak: Penurunan Treshold PPN vs PPh Final UMKM

Kompas.com - 08/09/2021, 11:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENERIMAAN pajak Indonesia pada 2021 ditargetkan Rp 1.229,6 triliun dan pada 2022 direncanakan Rp 1.262,9 triliun.

Realisasinya, sampai dengan Juli 2021, penerimaan perpajakan baru 52 persen atau Rp 647,7 triliun. Besar kemungkinan target kembali meleset seperti tahun-tahun sebelumnya (shortfall).

Banyak faktor menyebabkan penerimaan pajak selalu ”jauh panggang dari api”.

Faktor terbesar yang memengaruhi pencapaian penerimaan pajak dalam dua tahun terakhir tentu saja pandemi virus corona yang memicu krisis multidimensi (kesehatan, sosial, dan ekonomi).

Baca juga: Sri Mulyani: APBN Bekerja Luar Biasa Keras di Tengah Pandemi Covid-19

Namun, dengan atau tanpa krisis, shortfall pajak sebenarnya merupakan masalah klasik pengelolaan anggaran negara sejak puluhan tahun silam.

Pertumbuhan ekonomi dan kondisi perdagangan global biasanya menjadi indikator makro yang secara alamiah memengaruhi setoran pajak setiap negara.

Dalam kasus Indonesia, bangsa ini akan selalu dihadapkan pada persoalan rendahnya kepatuhan dan basis pajak.

Indikatornya, rasio penerimaan pajak (tax ratio) dan elastisitas penerimaan pajak (tax bouyancy ) yang bukannya membaik malah cenderung menurun dalam satu dekade terakhir.

Fenomena ini menunjukkan bahwa elastisitas dan sensitifitas penerimaan pajak terhadap kondisi perekonomian semakin berkurang.

Baca juga: DJP: Reformasi Perpajakan Dilakukan untuk Capai Rasio Pajak 14,4 Persen dari PDB

Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP), bukan berarti tanpa upaya mengatasi berbagai persoalan tersebut. Serangkaian reformasi pajak yang berjilid-jilid adalah bukti bahwa pemerintah tidak tinggal diam.

Reformasi itu mulai dari meningkatkan kualitas pelayanan dan pemeriksaan, memperbaiki sistem administrasi, hingga memberikan beragam insentif dan bahkan pengampunan (dari sunset policy hingga tax amnesty).

Hasilnya positif. Jumlah pembayar pajak bertambah, tingkat kepatuhan meningkat, dan nominal penerimaan negara semakin bertambah setiap tahunnya.

Hanya saja, semua itu belum cukup efektif mengatasi persoalan penerimaan pajak yang semakin jauh dari target.

 

Dalam rangka mengendalikan pandemi Covid-19, pemerintah menggelontorkan berbagai insentif fiskal dan bantuan sosial.

Kebijakan itu patut diapresiasi meskipun menambah berat beban pencapaian target penerimaan pajak tahun ini dan mungkin untuk beberapa tahun ke depan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com