Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Sri Mulyani, Sekolah dan Layanan Kesehatan Ini akan Kena PPN

Kompas.com - 13/09/2021, 18:55 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah tengah membuat kriteria khusus untuk barang dan jasa yang bakal dikenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baru.

Kriteria tersebut dibuat lantaran tarif PPN dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dikenakan secara terbatas, hanya untuk barang dan jasa tertentu.

"Untuk PPN atas barang kebutuhan pokok dan jasa pendidikan yang diterapkan juga secara terbatas. Ini dikenakan pada barang kebutuhan pokok tertentu yang dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi, dan nanti akan dibuat kriterianya," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI membahas RUU KUP, Senin (13/9/2021).

Baca juga: Menyoal Perluasan Basis Pajak: Penurunan Treshold PPN vs PPh Final UMKM

Layanan Kesehatan Kena Pajak

Bendahara negara ini menjelaskan, beberapa kriteria sudah didiskusikan pemerintah. Dalam jasa kesehatan misalnya, pengenaan PPN ditujukan untuk jasa kesehatan yang tidak dibayar melalui sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Jasa kesehatan yang tidak dibayar oleh JKN biasanya bersifat non-esensial, seperti klinik kecantikan dan klinik estetika, maupun jasa operasi plastik.

"(Ketentuan kriteria dibuat) untuk meningkatkan peran masyarakat dalam penguatan sistem JKN. Treatment ini akan memberikan insentif (kepada) masyarakat dan sistem kesehatan yang masuk dalam JKN," ucap Sri Mulyani.

Jasa Pendidikan Kena Pajak

Sementara dalam jasa pendidikan, pengenaan PPN ditujukan untuk pendidikan yang bersifat komersial dari lembaga pendidikan yang tidak menyelenggarakan kurikulum minimal sesuai syarat UU Pendidikan Nasional.

Baca juga: PPN Jasa Pendidikan 7 Persen Jangan Salah Sasaran

Dengan begitu, madrasah dan pendidikan lain yang bersifat non-komersial sudah pasti terbebas dari tarif PPN.

"Ini beda antara jasa pendidikan yang diberikan secara masif oleh pemerintah maupun oleh lembaga sosial lain dibandingkan yang memang men-charge dengan SPP yang luar biasa tinggi. Madrasah dan lain-lain tentu tidak akan dikenakan dalam skema ini," ucap Sri Mulyani.

Dijelaskan dalam RUU, perubahan skema tarif PPN berguna untuk mengatur perluasan basis pajak PPN agar lebih mencerminkan keadilan dan ketepatan sasaran.

Barang/Jasa yang Tak Kena PPN

Kebijakan tarif PPN akan dilaksanakan melalui seluruh barang dan jasa yang dikenai PPN kecuali barang/jasa yang sudah menjadi objek PDRB seperti restoran, hotel, jasa parkir, dan hiburan.

Begitu pun emas batangan untuk cadangan devisa negara dan surat berharga, jasa pemerintah umum yang tidak dapat disediakan pihak lain, serta jasa penceramah keagamaan.

Baca juga: Sri Mulyani Atur Ulang Barang Bebas PPN, Ini Rinciannya

RUU juga menyebutkan perubahan tarif umum PPN dari 10 persen menjadi 12 persen, dan adanya range tarif PPN dari 5 persen sampai 25 persen.

"Terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak, seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan dan jasa kesehatan, dikenakan PPN dengan tarif yang lebih rendah dibanding tarif normal atau tidak tdk dipungut PPN," pungkas Sri Mulyani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com