Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute

Pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), sebuah lembaga pengkajian kemaritiman independen. Acap menulis di media seputar isu pelabuhan, pelayaran, kepelautan, keamanan maritim dan sejenisnya.

Menyoal Pelabuhan Patimban (Lagi)

Kompas.com - 15/09/2021, 14:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Car carrier masih belum memperlihatkan tanda-tanda akan mengikuti imbauan Ditjen Hubla agar memindahkan operasi kapalnya ke Pelabuhan Patimban. Karenanya, aturan khusus untuk memaksa mereka pindah ke pelabuhan tersebut sudah dikeluarkan dan harus dijalankan Oktober nanti.

Sepertinya akan ada tindakan jika aturan dimaksud tidak diindahkan. Inilah alasan lain yang buat saya baper.

Bagaimana tidak baper. Dengan perintah pindah, khususnya bagi operator car carrier, pemerintah sejatinya sudah melakukan praktik usaha yang tidak sehat dalam bentuk pemberian perlakuan khusus kepada badan usaha swasta (baca: PPI).

Baca juga: Konsorsium CT Corp Lolos Prakualifikasi Pengelola Patimban, Ada Unsur Politis?

Terhadap BUMN perintah ini bisa jadi tidak masalah. Namun bagi perusahaan swasta perintah jelas akan mengganggu mekanisme pasar yang telah berjalan antara mereka dan kliennya selama ini.

Kita tahu pengangkutan otomotif terikat perjanjian/kontrak. Car carrier terikat kontrak dengan pabrikan. Car carrier juga terikat kontrak dengan pengelola terminal kendaraan. Ada sejumlah kewajiban dan hak di antara para pihak itu. Ada pula harga atas jasa-jasa yang disediakan oleh mereka.

Lalu, atas nama proyek strategis nasional, kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau apapun istilahnya, semuanya itu harus diakhiri.

Apakah Kemenhub sudah memikirkan dampak atas kebijakannya tersebut bagi car carrier dan terminal kendaraan yang selama ini melayani mereka?

Dengan pindah ke Pelabuhan Patimban, kapal-kapal pengangkut kendaraan harus menempuh jarak yang lebih jauh, sekitar 40 mil laut dari Pelabuhan Tanjung Priok.

Kapal-kapal ini harus bernavigasi di perairan yang kedalamannya relatif terbatas sementara ukuran mereka terhitung jumbo. Bagaimana kalau nyangsrang di gundukan lumpur yang amat cepat memenuhi alur Pelabuhan Patimban?

Itu baru sedikit pertanyaan terkait aspek operasional kapal dan kondisi fisik pelabuhan. Masih ada pertanyaan lainnya tentu saja. Lantas, dari sisi bisnis puluhan pertanyaan pun bisa diajukan.

Bila diperas pertanyaan-pertanyaan itu, intinya ada dua: apakah sandar di Pelabuhan Patimban betul-betul menguntungkan bagi pelayaran dibanding sandar di Pelabuhan Tanjung Priok? Bila iya, apakah itu sustainable?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com