Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moratorium Sawit Berakhir Hari Ini, Sejumlah Pihak Minta Diperpanjang

Kompas.com - 19/09/2021, 11:06 WIB
Kiki Safitri,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Selain itu Nadia menekankan perlunya perbaikan formula penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani sehingga lebih adil untuk kesejahteraan petani dan tidak hanya menguntungkan pengusaha.

Di sisi lain, munculnya Peraturan Pemerintah yang baru sebagai turunan dari Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) yang terkait dengan setor sawit disinyalir tidak dapat menjamin masa depan tata kelola sawit yang lebih baik dan berkelanjutan di Indonesia.

“Peraturan Pemerintah Turunan dari PP No. 23 dan PP No. 24 UUCK tidak tegas mengatur sawit tidak boleh ekpansi di kawasan hutan. Malah sebaliknya memperbolehkan konversi kawasan hutan yang dibuka untuk sawit,” jelasnya.

Dalam UUCK pasal 29 di bagian perubahan Undang-undang Perkebunan disebutkan Perusahaan Perkebunan wajib mengusahakan lahan perkebunan paling lambat 2 (dua) tahun setelah pemberian status hak atas tanah.

“Ini artinya, pemilik izin perkebunan harus mengusahakan seratus persen agar lahan sawit dapat ditanami dalam tempo paling lama dua tahun. Padahal, masih cukup luas keberadaan hutan alam di dalam izin sawit yang harus diselamatkan untuk mencegah bencana dan memenuhi komitmen iklim,” ungkap Teguh.

Teguh menilai, PP turunan UUCK merupakan peraturan yang melompat dari alur proses yang sudah dibuat sebelumnya dan justru mendorong percepatan pembukaan lahan sawit di kawasan hutan.

“Peraturan ini menjadi kontradiktif dari perbaikan tata kelola yang sedang dilakukan, sehingga kebijakan moratorium sawit itu tetap diperlukan untuk menyelesaikan tata kelola lahan,” tambahnya.

Di sisi lain, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030. Ambisi terbesar penurunan emisi adalah sebesar 17,2 persen hingga 24,5 persen pada 2030 mendatang.

“Dengan adanya komitmen iklim tersebut, seharusnya memperkuat perpanjangan moratorium sawit. Ini diperlukan agar ambisi untuk mencapai net zero karbon di sektor kehutanan dan lahan pada tahun 2030 dan agenda “Indonesia FOLU 2030” bisa dicapai,” kata Teguh Surya.

Teguh menambahkan dengan adanya moratorium, sawit Indonesia akan memiliki nilai tambah (produk sawit berkelanjutan) di pasar global dan ekspansi perkebunan kelapa sawit ke kawasan hutan bisa ditahan.

Hal ini akan sangat membantu dalam menurunkan laju deforestasi secara signifikan karena ekspansi lahan sawit yang agresif merupakan sumber utama meningkatnya kontribusi emisi,” ungkapnya.

Pembuktian komitmen pemerintah Indonesia untuk melakukan mitigasi perubahan iklim akan membuka peluang strategis untuk perkembangan bisnis sawit berkelanjutan di dunia internasional.

Baca juga: Melihat Tantangan Besar Industri Kelapa Sawit Indonesia

Sementara itu Bupati Sorong, Papua Barat Johny Kamuru menjelaskan, kebijakan moratorium sawit merupakan salah satu landasan penting bagi Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Sorong untuk melakukan evaluasi beberapa perusahaan sawit tersebut. Selain itu, Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam serta Deklarasi Manokwari juga menjadi dorongan terhadap pentingnya evaluasi.

“Kami menyayangkan apabila moratorium sawit tidak diperpanjang, apalagi di tengah upaya kami memperjuangkan keadilan dengan menghadapi gugatan dari tiga perusahaan sawit yang dicabut izinnya,” kata Johny.

Sebagai infromasi, Pemerintah Kabupaten Sorong, Papua Barat telah mencabut izin lokasi, lingkungan dan izin usaha pada 4 perkebunan sawit besar. Keempat perkebunan itu yakni PT Inti Kebun Lestari (IKL), PT Papua Lestari Abadi (PLA), PT Sorong Agro Sawitindo (SAS), dan PT Cipta Papua Plantation.

Keempatnya dinilai tidak melaksanakan kewajibannya dalam izin usaha perkebunan (IUP)
yang mereka dapatkan.

Keputusan Pemkab Sorong tersebut digugat 3 perusahaan sawit tersebut, yakni IKL, PLA, dan SAS.  Mereka mengajukan kasus ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura pada awal Agustus 2021.

Baca juga: Ekspor Sawit Kembali Bergairah, Naik Menjadi 2,7 Juta Ton pada Juli 2021

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com