Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dihentikan karena Skandal, Apa Itu Laporan Ease of Doing Business?

Kompas.com - 19/09/2021, 12:15 WIB
Mutia Fauzia

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia (World Bank) menghentikan sementara laporan kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EODB).

Keputusan tersebut diambil setelah hasil investigasi yang dilakukan oleh firma hukum WilmerHale menunjukkan ada penyimpangan data yang ditemukan di dalam laporan tersebut pada tahun 2018 dan 2020 lalu.

Sebenarnya apa itu Laporan EODB?

Dilansir dari Economic Times, EODB adalah indeks kemudahan berusaha yang dirilis oleh Bank Dunia. Indeks tersebut terdiri atas beragam parameter berbeda yang menunjukkan peringkat kemudahan untuk melakukan bisnis di sebuah negara.

Baca juga: Kata Bank Dunia soal Penghentian Sementara Laporan Easy of Doing Business

Parameter tersebut termasuk di dalamnya beragam aturan terkait bisnis yang bakal mempengaruhi jalannya sebuah usaha.

Disebutkan di dalam Laporan EODB tahun 2020, ada 12 area aturan yang menjadi indikator atau ukuran sebuah negara ramah atau tidak bagi pengusaha atau pebisnis.

Indikator pertama yakni terkait dengan regulasi untuk memulai usaha, yang diukur dari prosedur, waktu, biaya, serta modal awal yang harus dibayarkan untuk memulai sebuah usaha.

Indikator kedua terkait dengan izin mengenai pembangunan atau konstruksi, kemudian kemudahan mendapat aliran daya atau listrik, mendaftarkan properti, serta mendapatkan kredit atau pinjaman.

Selain itu Bank Dunia juga memperhitungkan ada tidaknya aturan untuk melindungi investor minortas, pajak, perdagangan lintas batas, kepatuhan dalam melaksanakan kontrak, proses penyelesaian penyimpangan, aturan ketenagakerjaan, serta keterlibatan pemerintah.

Index EODB ini biasanya menjadi salah satu pertimbangan investor untuk melakukan penanaman modal di sebuah negara.

Skandal Manipulasi Data EODB

Pada laporan yang diterbitkan oleh WilmerHale dijelaskan, kejanggalan data terjadi pada laporan EODB tahun 2018 dan 2020.

Beberapa hal disoroti dalam laporan yang mengungkapkan skandal manipulasi data EODB tersebut di antaranya, perubahan tak wajar pada data EODB China dan Arab Saudi pada tahun 2018, serta Uni Emirat Arab dan Azerbaijan pada tahun 2020.

Untuk diketahui, pada tahun 2018 lalu, peringkat EODB China berada di nomor 78 atau sama dengan tahun sebelumnya.

Baca juga: Menteri Investasi Sebut Kenaikan EoDB RI Tergantung Lobi-lobi

Padahal, pada hasil evaluasi akhir yang telah disetujui oleh pimpinan laporan EODB tahun 2018 pada bulan Oktober 2017, hasil evaluasi untuk China menunjukkan negara tersebut berada pada peringkat ke 85.

Sebelumnya, Presiden World Bank kala itu, Jin Yong Kim diberitakan sempat melakukan diskusi dengan petinggi pemerintah China mengenai kinerja kemudahan berusaha di Beijing.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dorong Kemandirian Ekonomi, Malaysia Riilis Kebijakan 'Malaysia First'

Dorong Kemandirian Ekonomi, Malaysia Riilis Kebijakan "Malaysia First"

Whats New
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga Bulan Depan

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga Bulan Depan

Whats New
Tahan Laju Utang Non-Bank, China Naikkan Modal Minimum Perusahaan Pembiayaan 3 Kali Lipat

Tahan Laju Utang Non-Bank, China Naikkan Modal Minimum Perusahaan Pembiayaan 3 Kali Lipat

Whats New
'Food Estate' dan 'Contract Farming' Jauh dari Kedaulatan Pangan

"Food Estate" dan "Contract Farming" Jauh dari Kedaulatan Pangan

Whats New
Kementan Percepat Pompanisasi di Lamongan untuk Optimasi Lahan Rawa hingga Tingkatkan IP

Kementan Percepat Pompanisasi di Lamongan untuk Optimasi Lahan Rawa hingga Tingkatkan IP

Whats New
BKN: Pemindahan ASN ke IKN Bukan Pemaksaan, tapi Kewajiban

BKN: Pemindahan ASN ke IKN Bukan Pemaksaan, tapi Kewajiban

Whats New
China dan Selandia Baru Perkuat Kerja Sama Ekonomi, Ada Apa?

China dan Selandia Baru Perkuat Kerja Sama Ekonomi, Ada Apa?

Whats New
Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran Bansos Melonjak Tajam di Awal 2024

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran Bansos Melonjak Tajam di Awal 2024

Whats New
3 Langkah IFG Dukung Transformasi Sektor Keuangan Non-bank

3 Langkah IFG Dukung Transformasi Sektor Keuangan Non-bank

Whats New
Bank Sentral Jepang Naikkan Suku Bunga untuk Pertama Kali dalam 17 Tahun

Bank Sentral Jepang Naikkan Suku Bunga untuk Pertama Kali dalam 17 Tahun

Whats New
Erick Thohir Usul 7 BUMN Dapat PMN Rp 13,6 Triliun Tahun Ini

Erick Thohir Usul 7 BUMN Dapat PMN Rp 13,6 Triliun Tahun Ini

Whats New
Baru 2.430 ASN yang Siap Dipindahkan ke IKN

Baru 2.430 ASN yang Siap Dipindahkan ke IKN

Whats New
16 Smelter Mineral Bakal Dibangun pada 2024, Nilai Investasinya Rp 183 Triliun

16 Smelter Mineral Bakal Dibangun pada 2024, Nilai Investasinya Rp 183 Triliun

Whats New
Redesain Logo BTN Menuju Era Digitalisasi

Redesain Logo BTN Menuju Era Digitalisasi

Whats New
Marak Bus Bodong, Pengusaha Otobus Imbau Masyarakat Waspada Pilih Angkutan untuk Mudik Lebaran

Marak Bus Bodong, Pengusaha Otobus Imbau Masyarakat Waspada Pilih Angkutan untuk Mudik Lebaran

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com