Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riset: Meski Pendapatan Turun, Intensitas Merokok Tak Berkurang Saat Pandemi

Kompas.com - 21/09/2021, 12:14 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia menemukan, intensitas merokok tidak berkurang selama pandemi Covid-19.

Peneliti PKJS UI Irfani Fithria mengatakan, intensitas merokok bahkan tidak berkurang di kalangan keluarga berpendapatan rendah, yang notabene terdampak pandemi Covid-19.

Secara umum konsumsi harian rata-rata rokok tidak berbeda antara pandemi dan sebelum pandemi.

Baca juga: Cukai Rokok Bakal Naik, Bagaimana Dampaknya ke Petani Tembakau?

"Pola konsumsi rokok pada rumah tangga pendapatan rendah meski kondisi ekonomi tidak cukup, mereka tetap merokok dengan intensitas relatif sama," kata Irfani dalam webinar Diseminasi Hasil Penelitian, Selasa (21/9/2021).

Hasil penelitian menemukan, 50,8 persen laki-laki dewasa atau suami responden yang mengikuti survei mengaku beralih (shifting) ke rokok dengan harga yang lebih murah alih-alih mengurangi intensitas.

Hal ini dipengaruhi oleh turunnya pendapatan selama pandemi.

Sementara itu, 23 persen lainnya mengaku mengurangi kebiasaan merokok karena pendapatan berkurang.

Irfani berpendapat, pengurangan intensitas ini terjadi karena ada peringatan bahwa perokok aktif memperparah keadaan jika terserang Covid-19.

Baca juga: Pemerintah Didesak Tekan Jumlah Perokok Anak dengan Simplifikasi Tarif Cukai Tembakau

Rumah tangga berpendapatan rendah di sini dikategorikan sebagai rumah tangga yang berpenghasilan sampai Rp 5 juta.

Sementara berpendapatan tinggi dikategorikan memiliki penghasilan Rp 10-20 juta per bulan.

"Padahal kalau kita tanyakan apakah kondisi keuangan selama pandemi cukup? Mayoritas (para istri yang disurvei menjawab) tidak cukup. Terlebih mereka beralih ke harga rokok yang jauh lebih murah," ucap Irfani.

Irfani menjelaskan, pemberlakuan Work From Home (WFH) membuat keluarga dengan suami perokok aktif di dalamnya lebih rentan.

Responden yang disurveinya menyebut, 31,71 persen suami sering merokok di dekat anggota keluarga. Sebanyak 44,29 persen responden menjawab kadang-kadang, dan 24,01 persen menjawab tidak pernah.

Baca juga: Menristek: Orang Indonesia Lebih Pilih Merokok Daripada Makan Protein

Padahal, kelompok responden yang mengakui suaminya merokok di dekat anggota keluarga memiliki balita hingga lansia di dalam rumah yang sama.

Sebanyak 41,7 persen responden mengaku memiliki balita di rumah, 19,8 persen memiliki lansia, dan 4,5 persen sedang hamil.

"Mayoritas responden merasa kebiasaan merokok suaminya, apalagi jika dilakukan di rumah, dapat mempengaruhi kesehatan keluarga dan anak. Kualitas udara di dalam rumah juga tercemar, ada bau tidak sedap, merasa lebih lembab, dan ada hal lainnya yang tidak nyaman," ucap Irfani.

Sebanyak, 63 responden ini merasa pengeluaran rokok pasangannya cukup besar sehingga mengurangi jatah kebutuhan lain.

Akibatnya, standar hidup keluarga tersebut menurun dan sulit mengatur keuangan, terutama saat pandemi Covid-19.

Baca juga: Survei IDEAS: Pengeluaran Rokok Keluarga Miskin 2,5 Kali Lebih Besar dari Tagihan Listrik

Mayoritas responden juga merasa tidak tenang dan tidak bahagia dengan kebiasaan merokok pasangan.

Mereka khawatir anak-anaknya mengikuti jejak orang tua merokok. Sebab tercatat, 6,14 persen anak dari responden adalah perokok aktif.

Ada sekitar 72 persen anak responden merokok karena meniru kebiasaan orang tua. Kemudian sisanya karena pergaulan.

"Ini menguatkan adanya apa yang disebut crowding out, pengeluaran membeli rokok dapat mengurangi jatah kebutuhan lain, tentunya akan bisa menghilangkan harapan dan peluang untuk mendapat ekonomi yang layak dengan standar ekonomi lebih baik," pungkas Irfani.

Sebagai informasi, survei diikuti oleh 779 responden perempuan yang memiliki suami perokok aktif.

Baca juga: Serikat Pekerja Sampaikan Kekhawatiran soal Rencana Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Metode sampling yang digunakan adalah metode purposive non-probability sampling dengan penyebaran kuisioner melalui survei online dari 20 Agustus - 6 September 2021.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com