Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi Minta Pemerintah Larang Penjualan Rokok Ketengan

Kompas.com - 21/09/2021, 18:07 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia mendukung pelarangan menjual rokok secara ketengan alias batangan.

Peneliti PKJS UI Irfani Fithria berpendapat, larangan penjualan rokok secara eceran atau batangan mampu menekan tingkat prevalensi perokok aktif di Indonesia.

"Mendukung revisi PP 109/2012 mengenai pelarangan penjualan rokok secara batangan, perlu adanya melarang penjualan ini dengan sinergi antara Kemendagri dan Kementerian perdagangan," kata Irfani dalam webinar Diseminasi Hasil Penelitian, Selasa (21/9/2021).

Baca juga: Cukai Rokok Bakal Naik, Bagaimana Dampaknya ke Petani Tembakau?

Berdasarkan hasil kajian PKJS UI, intensitas merokok tidak berkurang selama pandemi, bahkan di kalangan keluarga berpendapatan rendah yang terdampak Covid-19.

Hasil penelitian menemukan, 50,8 persen laki-laki dewasa atau suami responden yang mengikuti survei mengaku beralih (shifting) ke rokok dengan harga yang lebih murah alih-alih mengurangi intensitas.

Hal ini dipengaruhi oleh turunnya pendapatan selama pandemi.

Sementara itu, 23 persen lainnya mengaku mengurangi kebiasaan merokok karena pendapatan berkurang.

Irfani berpendapat, pengurangan intensitas ini terjadi karena ada peringatan bahwa perokok aktif memperparah keadaan jika terserang Covid-19.

Baca juga: Serikat Pekerja Sampaikan Kekhawatiran soal Rencana Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Rumah tangga berpendapatan rendah di sini dikategorikan sebagai rumah tangga yang berpenghasilan sampai Rp 5 juta.

Sementara berpendapatan tinggi dikategorikan memiliki penghasilan Rp 10-20 juta per bulan.

"Padahal kalau kita tanyakan apakah kondisi keuangan selama pandemi cukup? Mayoritas (para istri yang disurvei menjawab) tidak cukup. Terlebih mereka beralih ke harga rokok yang jauh lebih murah," ucap Irfani.

Namun, larangan ini tidaknya cukup. Irfani mengungkapkan, larangan harus sejalan dengan kenaikan harga rokok secara konsisten melalui besaran tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT).

"Cara ini mungkin akan lebih efektif jika kita batasi keterjangkauan harga rokok melalui opsi naikkan harga rokok lewat CHT, harga jual eceran minimum, dan penyederhanaan strata tarif CHT," beber Irfani.

Baca juga: Rencana Kenaikan Tarif Cukai Rokok Bikin Pelaku Industri Tembakau Was-was

Di sisi lain, seluruh stakeholder harus intensif mengadakan kampanye bahaya rokok.

Menurut dia, kampanye saat ini belum efektif menyadarkan masyarakat mengenai bahaya merokok bagi dirinya dan bagi orang sekitar.

Kemenkes perlu melakukan inovasi dan memberikan layanan bantuan bagi orang yang berhenti merokok dengan ahli kesehatan professional.

"Perlu ada edukasi. Edukasi dan literasi terhadap bahaya rokok dan juga ditekankan kepada perokok pasif," pungkas Irfani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bandara Sam Ratulangi Ditutup Sementara akibat Erupsi Gunung Ruang, 33 Penerbangan Terdampak

Bandara Sam Ratulangi Ditutup Sementara akibat Erupsi Gunung Ruang, 33 Penerbangan Terdampak

Whats New
Akankah Relaksasi HET Beras Premium Tetap Diperpanjang?

Akankah Relaksasi HET Beras Premium Tetap Diperpanjang?

Whats New
Proyek Perluasan Stasiun Tanah Abang Mulai Dibangun Mei 2024

Proyek Perluasan Stasiun Tanah Abang Mulai Dibangun Mei 2024

Whats New
Freeport Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda di Papua, Indef Sarankan Ini

Freeport Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda di Papua, Indef Sarankan Ini

Whats New
Obligasi atau Emas, Pilih Mana?

Obligasi atau Emas, Pilih Mana?

Work Smart
Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Whats New
KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

BrandzView
Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 Per Kilogram

Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 Per Kilogram

Whats New
Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Whats New
Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Whats New
HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

Whats New
Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Whats New
BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadhan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadhan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

Whats New
Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Whats New
Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com