Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei: Banyak Karyawan Mau Resign Bila Diminta WFO Penuh

Kompas.com - 25/09/2021, 09:17 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perusahaan besar seperti Goldman Sachs dan JPMorgan ingin karyawan-karyawannya kembali kerja penuh waktu di kantor. Alasannya, interaksi tatap muka lebih baik untuk berkolaborasi dan bekerja dari rumah membuat pekerjaan jadi kurang produktif.

Namun survei bulanan Harvard Business Review menunjukkan hal berbeda. Mengutip Harvard Business Review, Sabtu (25/9/2021), karyawan ingin bekerja dari rumah rata-rata 2,5 hari dalam seminggu. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan karyawan sudah nyaman bekerja dari rumah.

Penyebaran varian Delta yang cepat juga mengurangi dorongan untuk kembali ke kantor secara penuh dalam waktu dekat.

Baca juga: PPKM Diperpanjang, Ini Aturan Lengkap WFH-WFO di Perkantoran

"Keinginan untuk bekerja dari rumah dan mengurangi perjalanan pulang pergi semakin kuat seiring pandemi yang terus berlanjut, dan banyak dari kita menjadi semakin nyaman dengan interaksi manusia jarak jauh," tulis hasil survei tersebut.

Secara keseluruhan, 80 persen masyarakat AS ingin bekerja dari rumah setidaknya sehari dalam satu minggu. Dari total responden, 8,3 persen ingin bekerja dari rumah setidaknya 1 hari seminggu, 13,9 persen memilih dua hari per minggu, dan 13 persen 3 hari per minggu.

Sementara 33,3 persen memilih kerja dari rumah lima hari per minggu.

Cari pekerjaan baru

Survei pada Juni-Juli lalu pun berkorelasi positif dengan dengan survei terbaru. Tercatat lebih dari 40 persen karyawan AS akan mencari pekerjaan baru alias berhenti bila diminta kembali bekerja dari kantor penuh waktu.

Maka tidak mengherankan, perusahaan seperti Goldman Sachs baru saja mengumumkan kenaikan gaji besar sebesar 30 persen untuk merekrut karyawan baru seiring dengan keinginan kuatnya mengembalikan karyawan kerja penuh waktu di kantor.

Survei menunjukkan orang kulit berwarna dan wanita berpendidikan tinggi yang memiliki anak kecil sangat menghargai bekerja dari rumah. Jika bekerja dari kantor kembali diberlakukan, bukan tidak mungkin golongan ini yang akan mengajukan resign lebih dulu.

"Ini akan memperburuk masalah yang sudah mendesak di banyak organisasi yang berjuang untuk mempekerjakan dan mempertahankan wanita berbakat dan manajer minoritas," tulis survei.

Baca juga: Menaker Terbitkan Aturan soal WFO, WFH, hingga Dirumahkan, Simak Poin-poinnya

Lebih lanjut peneliti menyarankan pemimpin perusahaan mengenali realitas pasar tenaga kerja baru dan beradaptasi. Bekerja penuh waktu di kantor saat tahun 2019 sebelum ada pandemi Covid-19, lebih mudah, namun tak lagi pada tahun 2021.

"Pada tahun 2021, memerintahkan karyawan kembali ke kantor untuk bekerja secara penuh berisiko adanya penyerbuan bakat terbaik ke saingan yang menawarkan pengaturan kerja hibrida," sebutnya.

Para pemimpin perusahaan ini bisa meniru caranya Apple memperkerjakan karyawan, yakni 3 hari kerja dari kantor dan 2 hari kerja dari rumah.

Kerja dari kantor akan dipenuhi dengan rapat, acara dengan klien, pelatihan, dan sosialisasi.

Sementara hari-hari bekerja dari rumah untuk pekerjaan yang lebih tenang, yakni analisis data, membaca, dan video conference.

Tapi tantangannya setiap perusahaan perlu menemukan model hibrid yang tepat sesuai nilai organisasi di perusahaan tersebut.

"Jadi, berpikirlah dua kali sebelum memerintahkan karyawan kembali ke kantor lima hari seminggu. Jangan menjadi studi kasus Harvard Business School berikutnya tentang bencana manajerial," tulis HBR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ciptakan Ekosistem Perkebunan yang Kompetitif, Kementan Gelar Kegiatan Skena 

Ciptakan Ekosistem Perkebunan yang Kompetitif, Kementan Gelar Kegiatan Skena 

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Harga BBM Tak Naik hingga Juni 2024

Menteri ESDM Pastikan Harga BBM Tak Naik hingga Juni 2024

Whats New
Konflik Iran-Israel Menambah Risiko Pelemahan Rupiah

Konflik Iran-Israel Menambah Risiko Pelemahan Rupiah

Whats New
Kemenhub Mulai Hitung Kebutuhan Formasi ASN di IKN

Kemenhub Mulai Hitung Kebutuhan Formasi ASN di IKN

Whats New
BEI: Eskalasi Konflik Israel-Iran Direspons Negatif oleh Bursa

BEI: Eskalasi Konflik Israel-Iran Direspons Negatif oleh Bursa

Whats New
IHSG Turun 1,11 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.260

IHSG Turun 1,11 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.260

Whats New
IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

Whats New
Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Whats New
Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com