Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakaf Uang yang Terkumpul Masih Minim, Ini Kata Badan Wakaf

Kompas.com - 25/09/2021, 20:18 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pusat Kajian dan Transformasi Digital Badan Wakaf Indonesia (BWI), Irfan Syauqi Beik mengatakan, penetrasi wakaf uang masih sangat rendah.

Berdasarkan data BWI, pengumpulan wakaf uang pun baru mencapai Rp 819,36 miliar. Padahal, potensi wakaf di Indonesia mencapai Rp 180 triliun. Irfan lantas menuturkan, hal ini terjadi lantaran terdapat 3 tantangan yang menghambat wakaf uang di Indonesia.

"Pertama karena kurangnya literasi keuangan. Bahkan rilis terbaru bahwa literasi wakaf masyarakat masih rendah. Jadi indeks literasi wakaf itu ada 3 kategori, rendah, moderat, menengah, dan tinggi. Kita masih di kategori rendah," kata Irfan dalam webinar Digitalization in Islamic Finance, Sabtu (25/9/2021).

Baca juga: BWI Ingin Bank Syariah Jadi Nadzir Wakaf Uang

Indeks literasi wakaf tahun 2020 menunjukkan angka yang rendah, yakni 50,48. Rendahnya literasi wakaf di Indonesia bisa dilihat dari pengetahuan dasar dan pengetahuan lanjutan warga tentang wakaf.

Pengetahuan dasar tentang wakaf antara lain konsepsi jenis harta yang bisa diwakafkan. Selama ini, pemahaman warga hanya terbatas kepada wakaf tanah dan bangunan, misalnya untuk pembangunan masjid dan madrasah.

Sementara itu, belum banyak yang belum mengerti bahwa aset lancar seperti uang juga bisa diwakafkan.

"Secara syariah kita sudah punya fatwa wakaf uang dari MUI dan bahkan fatwa keluar sebelum adanya UU Wakaf tahun 2022. Jadi literasi ini yang perlu kita tingkatkan karena tidak ada jalan sebenarnya selain melakukan edukasi," ucap dia.

Masalah kedua adalah kualitas nadzir atau lembaga pengelola wakaf. Irfan mengakui, kualitas mayoritas nadzir perlu ditingkatkan karena sedikit banyak mempengaruhi pandangan publik.

"Artinya ketika nadzir punya kompetensi, punya kemampuan portofolio investasi, kemampuan pengembangan usaha, dan kemampuan pengelolaan risiko yang baik, maka dia bisa melahirkan program-program yang inovatif, yang kemudian bisa dilihat oleh publik sehingga publik percaya bahwa nadzir punya kompetensi," ucap Irfan.

Masalah ketiga adalah regulasi. Aturan yang selama ini berlaku tidak menempatkan bank syariah sebagai nadzir. Bank-bank syariah di tanah air hanya sebagai perantara yang menghimpun dana wakaf umat dan disalurkan kembali kepada nadzir.

Penggantian status bank syariah dari penghimpun menjadi pengelola wakaf bisa terakomodasi dalam rencana amandemen UU Wakaf. Amandemen UU Wakaf diketahui masuk dalam Program Legislasi Nasional tahun 2019-2024.

Baca juga: Ma'ruf Amin: Potensi Dana Wakaf RI Capai Rp 180 Triliun Per Tahun

"UU wakaf sudah masuk dalam Prolegnas 2019-2024, tapi tahun 2022 belum ada infonya, yang ada infonya RUU ekonomi syariah. Kalaupun belum masuk karena amandemen UU wakaf agak lama waktunya, minimal masuk misalnya dalam usul keuangan yang mesti dibahas," jelas Irfan.

Regulasi lain yang mesti diperbaiki adalah dari sisi investasi langsung. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) saat ini, investasi langsung dari dana wakaf uang harus dijamin oleh asuransi syariah. Namun, belum ada produk asuransi syariah yang relevan.

Aturan ini harus disempurnakan sehingga pihak yang ingin berinvestasi langsung lewat dana wakaf bisa terimplementasi.

"Apakah skema dari Jamkrindo (BUMN asuransi) bisa dikembangkan? Ini butuh regulasi, perlu ada payung hukum yang bisa memfasilitasi itu sehingga yang investasi langsung bisa dilakukan," pungkas Irfan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com