Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asosiasi Leasing Minta Debt Collector Tagih Utang dengan Sopan Santun

Kompas.com - 29/09/2021, 00:06 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan debt collector atau penagih utang yang tidak tersertifikasi alias ilegal dapat dilaporkan kepada polisi untuk dihukum.

"Penarikan unit secara berlebihan dengan debt collector ilegal atau tidak tersertifikasi dapat dilaporkan kepada polisi. Kami sepakat debt collector ilegal dapat ditangkap agar bisa dihukum," kata Suwandi dilansir dari Antara, Rabu (29/9/2021).

Menurutnya, dengan non performing Ffnancing (NPF) gross pada Juli 2021 yang sebesar 3,95 persen, jumlah penarikan unit produk yang debiturnya gagal bayar kredit sebetulnya sangat sedikit.

Apabila terpaksa melakukan penarikan, perusahaan pembiayaan biasanya melakukan dengan sopan santun.

Baca juga: Penasaran Berapa Gaji Dosen PNS di Perguruan Tinggi?

Menurut Suwandi, sekitar 90 persen dispute terjadi saat unit produk telah berpindah tangan kepada pihak ketiga, sementara debitur atau pemilik pertamanya sudah menghilang, seperti pindah kota atau pulau tempatnya tinggal.

Ia mengatakan untuk kasus seperti ini, sebetulnya debitur pertama dapat dijatuhi hukuman hingga lima tahun penjara.

"Eksekusi pun terjadi karena biasanya pihak ketiga kurang bisa bekerja sama. Biasanya kami edukasi agar sopan santun sesuai prosedur dan kita ajak ke kepolisian untuk dimediasi, atau dibawa ke Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) di OJK," imbuhnya.

Sebetulnya, lanjut dia, OJK telah membantu 5,2 juta debitur dengan penerbitan Peraturan OJK Nomor 58 Tahun 2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019 Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank. Karena itu NPF perusahaan pembiayaan tetap berada pada level yang rendah.

Baca juga: Penasaran Berapa UMR Buruh di Jepang?

"Kurang lebih 60 sampai 70 persen debitur saat ini sudah kembali membayar normal. Artinya perusahaan pembiayaan itu sebetulnya tidak tertarik untuk bicara eksekusi, tapi karena yang kami pinjamkan adalah uang, kami lebih senang para debitur membayar cicilan dengan uang, dengan taat sampai lunas,” ucapnya.

Dokumen debt collector

Eksekusi penyitaan barang kredit atau jaminan fidusia dari debitur dipastikan dapat dilakukan tanpa perlu melewati proses pengadilan terlebih dahulu.

Hal tersebut ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2/PUU-XIX/2021, yang merupakan hasil dari putusan MK yang sebelumnya sempat menimbulkan multif tafsir.

Perusahaan pembiayaan melalui debt collector agih atau dapat menyita jaminan fidusia, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya atau wanprestasi. Namun demikian, penyitaan barang kredit tidak bisa dilakukan semena-mena oleh debt collector.

Baca juga: Besaran Gaji TNI Plus Tunjangannya, dari Tamtama hingga Jenderal

Mengacu kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, terdapat sejumlah persyaratan yang perlu dipenuhi debt collector agar dapat menarik jaminan fidusia.

Aturan tersebut memperbolehkan perusahaan pembiayaan menggunakan jasa debt collector untuk penagihan kendaraan.

Adapun dokumen yang perlu dibawa oleh debt collector dalam proses penagihan ialah, kartu identitas, sertifikat profesi dari lembaga resmi, surat tugas dari perusahaan pembiayaan, dan bukti jaminan fidusia.

Suwandi Wiratno mengatakan, perusahaan pembiayaan harus menggunakan jasa debt collector yang sesuai dengan ketentuan tersebut. Ia mengakui, kerap kali dalam proses penagihan oleh penagih utang tidak memiliki dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.

Baca juga: Minat Jadi Camat? Ini Besaran Gajinya

“Terus lagi surat kuasa (dari perusahaan pembiayaan) hanya untuk 1 orang yang menarik, tapi dia 5-6 orang yang narik. Ini yang salah perusahaan pembiayaan dan debt collector-nya” tutur Suwandi, kepada Kompas.com.

Selain itu, Suwandi menegaskan, dalam proses penagihan, debt collector tidak boleh bertindak semena-mena dan menggunakan kekerasan.

Apabila terjadi ketidaksepahaman, Suwandi meminta debt collcetor dan debitur menyelesaikannya di pihak berwajib, dalam hal ini kepolisian. “Pokoknya kita harus sopan,” ucap Suwandi.

Baca juga: Berapa Jumlah BUMN di China dan Mengapa Mereka Begitu Perkasa?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com