Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Sebut Larangan Display Rokok Bakal Matikan Ekonomi Pelaku Usaha Kecil

Kompas.com - 30/09/2021, 14:11 WIB
Ade Miranti Karunia,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Seruan Gubernur Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok menuai beragam polemik.

Sejumlah pihak menganggap seruan yang diterbitkan untuk mencegah penyebaran Covid-19 ini tidak sesuai tujuannya. Ekonom Universitas Padjadjaran Irsyad Kamal mengatakan bahwa Sergub ini tidak relevan untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Alih-alih mencegah penyebaran Covid-19, malah mematikan ekonomi masyarakat.

Baca juga: Pelaku Industri Khawatirkan Dampak Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Irsyad justru menilai Sergub ini bakal mengganggu dunia usaha, terutama buat industri hasil tembakau (IHT) dan pelaku usaha ritel baik modern atau tradisional seperti warung.

Terutama buat warung yang mengandalkan penjualan rokok sebagai omset terbesarnya.

"Yang saya tegaskan adalah pemerintah perlu punya objektif yang jelas, kalau memang menekankan aspek kesehatan apakah bisa mengompensasi pendapatan dari IHT. Saat ini penerimaan cukai rokok itu paling besar, kemudian kalau dibatasi secara ketat, perusahaan-perusahaan rokok pasti akan melakukan layoff terhadap pekerjanya," kata Irsyad lewat keterangan tertulis, Kamis (30/9/2021).

Dalam tataran makro ekonomi pembatasan yang ketat terhadap IHT dinilai Irsyad juga bukan hanya berdampak terhadap pelaku usaha kecil, melainkan juga berimbas kepada perusahaan rokok.

Menurut Irsyad, pembatasan-pembatasan terhadap IHT terjadi lantaran pemerintah belum memiliki tujuan yang jelas terhadap IHT.

Baca juga: Penyewa Mal hingga Pemilik Warung Keluhkan Kebijakan Anies soal Larangan Pajang Rokok

Kebijakan terhadap IHT tidak bisa sekadar meniru sejumlah negara yang memberlakukan pembatasan secara ketat seperti Amerika Serikat, Singapura dengan menjual rokok dengan harga yang tinggi, melarang penjualan eceran.

Sebab negara-negara tersebut tidak mengandalkan pendapatan dari IHT.

Sementara itu, mantan politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean mengatakan, Sergub tersebut sama sekali tidak memiliki implikasi terhadap penyebaran virus Covid-19.

Ia justru meminta Gubernur DKI Anies Baswedan untuk fokus mendorong protokol kesehatan di sejumlah ruang publik.

"Sergub ini sama sekali tidak relevan, jangan dihubung-hubungkan dengan pandemi. Masih banyak hal lain terkait penyebaran pandemi yang tidak diurusi Anies Baswedan. Misalnya banyak keramaian di pasar tradisional, kalau ditelusuri banyak sekali pelanggaran protokol kesehatan. Lebih baik Anies Baswedan fokus memperketat itu, daripada mengurusi sesuatu yang tidak relevan," ucap Ferdinand.

Baca juga: Pengusaha Retail Keluhkan Regulasi Pemprov DKI Jakarta Terkait Larangan Display Rokok


 

Lagipula, imbuh dia, searusnya penindakan dilakukan di kawasan keramaian.

Menurut Ferdinand, Sergub 8/2021 yang terbit Juni lalu justru bakal menekan dunia usaha sekaligus mengganggu upaya pemulihan ekonomi yang saat ini tengah jadi fokus pemerintah pusat.

Dampak dari Sergub ini, dalam beberapa minggu belakangan Satpol PP telah banyak melakukan penindakan dengan menutup etalase maupun reklame rokok di minimarket, dan supermarket.

Pemda DKI sebelumnya juga menyatakan akan melakukan penindakan serupa kepada warung-warung kecil.

Termasuk memberikan sanksi bagi pelaku usaha yang masih memasang reklame atau memajang etalase rokok.

Baca juga: Pelaku Industri dan Buruh Kompak Tolak Kenaikan Cukai Rokok

Kebijakan ini bukannya membantu para pelaku usaha tetapi menambah persoalan baru yang sangat meresahkan di tengah pandemi Covid-19 yang belum berakhir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com