JAKARTA, KOMPAS.com - Keinginan untuk mengejar cuan atau keuntungan terkadang tidak disesuaikan dengan tujuan keuangan maupun profil risiko.
Lalu, apa yang harus dilakukan menghadapi kegalauan ketika Anda ingin melakukan investasi?
Menurut Dimas Ardhinugraha, Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), ada beberapa hal perlu menjadi perhatian, seperti ragam profil risiko yang perlu diketahui, realistis dengan kemampuan finansial, serta memastikan tujuan investasi.
Baca juga: Soal Robot Trading, Satgas Waspada Investasi: Tidak Ada Keuntungan Fix dalam Trading
“Ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan utama dalam instrumen investasi, mencakup potensi keuntungan, profil risiko, dan tujuan keuangan,” kata Dimas dalam siaran pers, Jumat (1/10/2021).
Nah, untuk lebih jelasnya, simak beberapa hal yang perlu menjadi perhatian ketika Anda ingin melakukan investasi berikut ini:
Tingkat toleransi terhadap risiko yang siap ditanggung oleh seorang investor disebut profil risiko.
Profil risiko seseorang bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti usia, tingkat pengetahuan tentang investasi, serta jumlah aset dan kewajibannya.
Umumnya, profil risiko dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu konservatif, moderat, dan agresif. Investor konservatif hanya bersedia menghadapi volatilitas yang rendah atau bahkan tidak ingin ada volatilitas sama sekali.
“Investor konservatif mengutamakan keamanan dananya daripada potensi keuntungan yang bisa didapatkan dari dana yang dimilikinya saat ini,” kata Dimas.
Baca juga: Waspada Investasi Bodong Berkedok Robot Trading, Uang Nasabah Bisa Lenyap Seketika
Sementara itu, investor moderat, adalah investor yang siap menerima beberapa risiko terhadap dana yang dimilikinya dengan melakukan penempatan investasi yang seimbang antara instrumen investasi untuk jangka pendek hingga jangka panjang.
Berbeda dengan investor agresif yang berupaya untuk memaksimalkan keuntungan dengan berinvestasi pada instrumen investasi dengan tingkat risiko yang relatif tinggi.
Setiap investor harus jujur dan realistis tentang kemampuan dirinya dalam menghadapi perubahan pada dana modal investasinya.
Dalam investasi ada istilah high risk high return. Investasi dengan potensi keuntungan yang tinggi memiliki tingkat tingkat risiko yang tinggi pula.
“Serakah mengejar keuntungan dengan melakukan penempatan dana modal yang terlalu banyak pada instrumen dengan risiko tinggi akan membuat investor panik dan melakukan penjualan pada waktu yang salah,” ungkap Dimas.
Baca juga: Pemprov DKI Bantah Formula E Boroskan APBD, Justru Investasi Jangka Panjang Ibu Kota
Menurut Dimas, keserakahan tidak membuat Anda memperoleh keuntungan, melainkan kerugian, jera dengan investasi, dan menyalahkan instrumen investasi tersebut.
Investor yang agresif umumnya sudah memahami pasar dengan baik.
“Maka itu, Anda (pemula) jangan ikut-ikutan jika belum memiliki pengetahuan yang cukup,” ujar dia.
Tujuan keuangan yang baik akan mencantumkan jumlah dana yang dibutuhkan dan kapan dana tersebut akan digunakan.
Tujuan keuangan juga harus dibuat secara realistis, disesuaikan dengan kemampuan seseorang dalam menyisihkan sebagian dari penghasilannya, serta disesuaikan dengan profil risiko.
“Profil risiko sangat penting dalam investasi. Jika perlu, ubah tujuan keuangan dan sesuaikan dengan profil risiko,” jelas Dimas.
Baca juga: Forge Ventures Asia Umumkan Dana Investasi Rp 310 Miliar
Dimas mengimbau agar investor tidak memaksakan melakukan penempatan dana pada instrumen investasi yang tidak sesuai dengan profil risiko, karena akan membuat pikiran tidak tenang dan kekhawatiran tersebut akan mengakibatkan pengambilan keputusan yang salah.
“Jika memaksakan penempatan dana pada instrumen yang tidak sesuai dengan profil risiko, akibatnya, tujuan keuangan malah tidak tercapai,” tegas dia.
Diversifikasi portofolio investasi akan meminimalisir risiko dan mengoptimalkan tingkat pengembalian dana investasi.
Sebagai contoh, pada investor dengan profil risiko konservatif, tidak disarankan untuk melakukan penempatan dana pada instrumen investasi yang berisiko tinggi seperti reksa dana saham.
“Namun bukan berarti ia tidak boleh berinvestasi di reksa dana saham. Boleh, asalkan porsinya tidak besar. Dengan porsi yang kecil, reksa dana saham bisa berfungsi sebagai booster untuk menggenjot kinerja portofolio investasi investor yang konservatif,” kata Dimas.
Baca juga: Bappenas: 75 Persen Investor Tertarik pada Investasi Industri Hijau
Agar tujuan keuangan dapat tercapai lebih cepat, sisihkan sebagian penghasilan tambahan atau ketika mendapatkan THR atau bonus untuk mengisi pos tujuan keuangan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.