Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Utang Tembus 40 Persen, Kemenkeu: Kita Butuh, tetapi Tidak Ugal-ugalan

Kompas.com - 01/10/2021, 12:58 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Posisi utang pada Agustus 2021 melonjak menjadi Rp 6.625,43 triliun. Porsinya sudah 40,84 persen dari PDB Indonesia.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, posisi utang tersebut masih aman meski ada potensi kenaikan porsi 41 persen dari PDB.

Pasalnya, pemerintah berjanji akan menekan defisit fiskal sebesar 3 persen pada tahun 2023. Adapun hingga Agustus 2021, posisi defisit fiskal berada pada 2,32 persen dari PDB.

Baca juga: Miris, BUMN Waskita Karya Terlilit Utang Rp 90 Triliun

"Utang, tentunya aman. (Rasio utang) Kita naik dari 29 persen ke 39 persen tahun 2020. Mungkin akan naik sedikit ke 41 persen dan 42 persen. Tetapi setelah itu, kenapa kita lakukan fiscal deficit? Itu kemudian akan membawa defisit pada level 3 persen, akan membuat level utang tidak akan naik lagi," kata Febrio dalam Taklimat media, Jumat (1/10/2021).

Febrio menuturkan, Indonesia memiliki target disiplin fiskal yang selama ini sudah dipegang dengan tingkat defisit di bawah 3 persen.

Bahkan, jika tidak ada pandemi Covid-19, defisit dipatok pada angka 1,7 persen dari PDB.

Namun, karena pandemi, pemerintah perlu menarik utang lebih banyak karena anggaran banyak digelontorkan untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Kenaikan penyerapan utang membuat defisit fiskal melonjak menjadi 6,1 persen. Meski, kata Febrio, lonjakan itu lebih baik dibanding negara lain yang dobel digit.

Baca juga: BUMN PTPN Terlilit Utang Rp 43 Triliun, Erick Thohir: Penyakit Lama!

"Banyak negara ketika melakukan countercyclical policy, merespons defisit fiskalnya double digit, ada yang 12 persen, ada yang 11 persen. (Sedangkan Indonesia) kita jaga di 6,1 persen. Artinya, kita tahu kita butuh, tapi tidak ugal-ugalan. Kita jaga benar, kita hitung benar, berapa yang dibutuhkan untuk menjaga stabilitas perekonomian," ucap dia.

Defisit fiskal yang dijaga ini tecermin dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Sepanjang tahun 2020, pertumbuhan ekonomi -2,1 persen, lebih baik dibanding negara berkembang (emerging market) lain yang di kisaran -7 persen hingga -12 persen.

"Jadi kita berhasil melakukan countercyclical yang sangat kuat tapi menghasilkan dalam bentuk pertumbuhan ekonomi yang terjaga, pengangguran terjaga, bahkan kemiskinan pun terjaga," beber Febrio.

Di sisi lain, tidak banyak negara yang berjanji akan kembali menganut disiplin fiskal dalam 3 tahun. Sedangkan Indonesia sudah berjanji akan kembali ke kisaran defisit tak lebih dari 3 persen pada tahun 2023.

Baca juga: Membandingkan Utang Pemerintah Era SBY dan Jokowi, Mana Paling Besar?

Febrio bilang, proyeksi menuju defisit fiskal tidak lebih dari 3 persen masih sangat kuat lantaran pemulihan ekonomi Indonesia sudah masuk dalam level pra pandemi.

"Janji dan komitmen itu kredibel janjinya. Pasar dan investor melihat betapa kredibelnya janji kita dan mengangkat kredibilitas pemerintah Indonesia di mata dunia. Inilah yang membuat kita yakin bahwa ekonomi yang sudah kita kelola dengan naik, akan jadi modal," pungkas Febrio.

Sebagai informasi, posisi utang pada Agustus naik sebesar Rp 55,27 triliun dibanding akhir Juli yang sebesar Rp 6.570,17 triliun.

Di sisi lain, penerimaan pajak Indonesia masih yang terendah se-Asia Pasifik sekitar 11 persen saat pandemi Covid-19. Dalam laporan APBN Kita, penerimaan pajak pemerintah hingga bulan yang sama mencapai Rp 741,3 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com