Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini 5 Lapisan Penghasilan dan Tarif Pajaknya di RUU HPP

Kompas.com - 02/10/2021, 18:23 WIB
Mutia Fauzia

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah bersama dengan Komisi XI DPR RI telah mencapai kesepakatan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) untuk kemudian dibawa ke paripurna dan disahkan.

Salah satu aspek penting dalam RUU yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Salah satu perubahan yang terdapat di dalam RUU HPP terkait dengan lapisan penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan (PPh).

Di dalam RUU HPP, terdapat lima lapisan penghasilan kena pajak dari yang sebelumnya empat lapisan.

Perubahan terletak pada adanya lapisan baru atau lapisan kelima. Pada RUU HPP, terdapat tarif pajak untuk orang kaya, atau berpenghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun.

Baca juga: Apakah Menjual Koleksi Jersey Terutang Pajak?

Tarif pajak yang ditentukan yakni sebesar 35 persen.

Dengan demikian, lapisan penghasilan dan tarif pajaknya sesuai dengan pasal 17 ayat (1) RUU HPP adalah sebagai berikut:

  1. Sampai dengan Rp 60 juta tarif pajak 5 persen
  2. Di atas Rp 60 juta sampai dengan Rp 250 juta tarif pajak 15 persen
  3. Di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta tarif pajak 25 persen
  4. Di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar tarif pajak 30 persen
  5. Di atas Rp 5 miliar tarif pajak 35 persen

Lebih Adil

Sebelumnya diberitakan Kompas.com, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, penambahan lapisan tersebut merupakan cara pemerintah untuk berpihak kepada masyarakat.

Ketentuan mengenai lapisan penghasilan dan tarif pajak dalam RUU HPP dinilai lebih adil.

"Jadi, yang penghasilan kecil dilindungi, yang berpenghasilan tinggi dipajaki lebih tinggi pula. Ini sesuai dengan prinsip ability to pay alias gotong royong, yang mampu bayar lebih besar," ujar Yustinus dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (1/9/2021).

Tambahan lapisan baru pada tarif PPh orang pribadi ini telah beberapa kali dibahas di dalam rapat kerja Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan Komisi XI DPR RI.

Kenaikan tarif dan tambahan lapisan diperlukan karena pemajakan atas orang kaya tidak maksimal karena adanya pengaturan terkait fringe benefit (natura).

Baca juga: Cara Bayar Pajak Online via E-billing

Selama tahun 2016-2019, rata-rata tax expenditure PPh OP atas penghasilan dalam bentuk natura sebesar Rp 5,1 triliun.

Kemudian, lebih dari 50 persen tax expenditure PPh OP dimanfaatkan oleh WP berpenghasilan tinggi.

Dalam 5 tahun terakhir pun, hanya 1,42 persen dari total jumlah wajib pajak orang pribadi yang melakukan pembayaran dengan tarif tertinggi sebesar 30 persen.

"Bila dilihat dari penghasilan kena pajak yang dilaporkan, hanya 0,03 persen dari jumlah wajib pajak OP yang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp 5 miliar pertahun," beber Sri Mulyani.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, jumlah lapisan pajak orang pribadi di Indonesia lebih sedikit dibandingkan dengan negara lain. Vietnam dan Filipina misalnya, memiliki 7 lapisan.

Sementara Thailand memiliki 8 lapisan dan Malaysia memiliki 11 lapisan.

"Jumlah tax bracket di indonesia sekarang ini ada 4, ini mengakibatkan PPh orang pribadi di Indonesia jadi kurang progresif," pungkas Sri Mulyani.

Baca juga: Penerimaan Pajak Tembus Rp 741,3 Triliun, Sri Mulyani: Konsumsi Mulai Membaik

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com