Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Karbon Rp 30 Per Kilogram CO2e, Mulai Diterapkan 1 Januari 2022

Kompas.com - 04/10/2021, 13:13 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sepakat menetapkan tarif pajak karbon paling rendah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).

Hal ini terungkap dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang ditetapkan masuk dalam pembicaraan tingkat II atau Rapat Paripurna.

Padahal semula, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan tarif pajak karbon Rp 75 per kilogram CO2e. Lewat RUU tersebut, pajak karbon diatur dalam pasal baru.

Baca juga: Pandora Papers Ungkap Skandal Pajak Pemimpin Dunia, Ada Siapa Saja?

"Tarif pajak karbon ditetapkan sebesar paling rendah Rp 30,00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen atau satuan yang setara," tulis RUU HPP yang diperoleh Kompas.com, Senin (4/10/2021).

RUU menyebutkan, pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.

Pengenaan pajaknya memperhatikan peta jalan pajak karbon dan peta jalan pasar karbon.

Peta jalan pajak karbon sendiri terdiri dari strategi penurunan emisi karbon, sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru dan terbarukan dan keselarasan antar berbagai kebijakan lain.

Subjek pajak karbon yaitu orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon atau melakukan aktifitas yang menghasilkan emisi karbon.

Baca juga: RUU HPP: Makin Kaya, Pajak Makin Mahal

"Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan besaran tarif harga karbon di pasar karbon per kilogram CO2e," tulis RUU.

Dasar pengenaan pajak karbon diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) setelah disampaikan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan RAPBN.

Penerimaan dari instrumen pajak ini dapat dialokasikan untuk pengendalian perubahan iklim.

Ketentuan mengenai tata cara penghitungan, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, mekanisme pengenaan pajak karbon, dan tata cara pengurangan pajak karbon diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Sementara itu, ketentuan mengenai subjek pajak karbon dan alokasi penerimaan pajak dari karbon untuk pengendalian perubahan iklim diatur berdasarkan PP.

Baca juga: Realisasi Restitusi Pajak 2021 Sudah Tumbuh 15,9 Persen

Sebelumnya, Sri Mulyani menjelaskan, pengenaan pajak karbon adalah upaya Indonesia mengatasi perubahan iklim. Indonesia berperan penting dalam komitmen dunia mengurangi efek gas rumah kaca.

Indonesia turut meratifikasi perjanjian internasional seperti Paris Agreement dengan komitmen menurunkan 26 persen emisi GRK pada tahun 2020, dan 29 persen pada tahun 2030. Bahkan angkanya bisa lebih tinggi bila mendapat dukungan internasional.

Wanita yang akrab disapa Ani ini memastikan, implementasi pajak karbon akan dilakukan secara bertahap dan hati-hati.

Pemerintah akan memperhatikan sektor terkait dan menyelaraskan dengan perdagangan karbon. Pelaksanaannya jangan sampai mendisrupsi pemulihan ekonomi saat pandemi Covid-19 berlangsung.

"Implementasi pajak karbon menjadi sinyal atas perubahan behaviour dari pelaku usaha juga ditujukan untuk menuju ekonomi hijau yang makin kompetitif dan menciptakan sumber pembiayaan baru bagi pemerintah dalam rangka transformasi pembangunan yang berkelanjutan," kata Sri Mulyani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com