Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Pandora Papers yang Ungkap Skandal Pajak Orang Kaya Dunia?

Kompas.com - 04/10/2021, 13:18 WIB
Mutia Fauzia

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pandora Papers membocorkan sekitar 12 juta file berupa dokumen, foto, dan email yang mengungkap harta tersembunyi, penggelapan pajak, serta kasus pencucian uang yang melibatkan orang terkaya dan berkuasa di dunia.

Lebih dari 600 jurnalis di 117 negara terlibat dalam proses pengolahan dokumen dari 14 sumber perusahaan keuangan berbeda selama berbulan-bulan. Data tersebut diperoleh oleh Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional di Washington DC, dan telah bekerja dengan lebih dari 140 organisasi media untuk investigasi tersebut.

Apa saja yang diungkap?

Dilansir dari BBC, Senin (4/10/2021), sebanyak 6,4 juta dokumen, hampir tiga juta gambar, dan lebih dari satu juta email serta 500.000 spreadsheet yang diungkap lewat Pandora Papers.

Baca juga: Pandora Papers Ungkap Skandal Pajak Pemimpin Dunia, Ada Siapa Saja?

Beberapa skandal penggelapan harta kekayaan dan skandal pajak yang telah dirilis termasuk di dalamnya:

  1. Raja Yordania memborong properti di Inggris dan Amerika Serikat senilai 70 juta pound sterling atau sekitar Rp 1,35 triliun (kurs Rp 19.300) lewat perusahaan yang dimilikinya secara rahasia.
  2. Keluarga terpandang Azerbaijan terlibat dalam kesepakatan properti di Inggris dengan nilai lebih dari 400 juta pound sterling (Rp 80 triliun).
  3. Perdana menteri Cekoslovakia tidak melaporkan hartanya berupa 2 vila di Prancis yang dibeli menggunakan perusahaan cangkang di luar negeri.
  4. Keluarga Presiden Kenya Uhuru Kenyatta diam-diam punya jaringan perusahaan offshore selama puluhan tahun.

Laporan Panora Papers mengungkap beragam cara yang dilakukan oleh penguasa di dunia, termasuk di dalamnya lebih dari 330 politisi di 90 negara, menggunakan perusahaan offshore untuk menyembunyikan kekayaannya.

Apa yang dimaksud dengan offshore?

Pandora Papers mengungkap jaringat rumit dari perusahaan yang beroperasi lintas batas negara, sehingga membuat mereka mampu menyembunyikan kepemilikan uang dan aset seseorang.

Misalnya saja, orang kaya Indonesia yang membeli properti di Singapura, namun membelinya lewat jaringan perusahaan yang beroperasi di Swiss, atau di luar negeri, atau juga disebut dengan transaksi offshore.

Baca juga: Dihentikan karena Skandal, Apa Itu Laporan Ease of Doing Business?

Biasanya, ada ciri-ciri sebuah negara atau wilayah yang disebut wilayah offshore. Kriteria atau ciri-ciri tersebut yakni:

  1. Mudah untuk membangun perusahaan
  2. Ada hukum yang membuat sulit untuk mengidentifikasi pemilik dari perusahaan
  3. Tarif pajak perusahaan rendah atau bahkan tidak ada tarif pajak sama sekali

Wilayah-wilayah tersebut juga kerap disebut sebagai negara surga pajak atau tax haven.

Meski tidak ada daftar pasti wilayah yang masuk dalam kategori tax haven, namun beberapa wilayah yang telah diketahui sebagai tax haven di antaranya yakni Cayman Islands dan British Virgin Island serta Swiss dan Singapura.

Apakah memanfaatkan tax haven ilegal?

Keberadaan wilayah atau negara tax haven menjadi celah yang mengizinkan orang-orang melakukan penghindaran pembayaran oajak dengan memindahkan uang mereka atau membentuk perusahaan di negara itu.

Meski tak salah secara hukum, namun tindakan tersebut kerap dinilai tak etis.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun beebrapa kali menyinggung wilayah dengan tarif pajak rendah atau bahkan 0 persen ini.

Ia secara tegas mengungkapkan tak ingin ada lagi negara yang menjadi surga pajak di dunia.

"Tidak boleh ada lagi negara tax haven atau low tax jurisdiction," ujarnya dikutip dari akun Instagram pribadinya, Minggu (23/2/2020).

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com