Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudiyanto
Direktur Panin Asset Management

Direktur Panin Asset Management salah satu perusahaan Manajer Investasi pengelola reksa dana terkemuka di Indonesia.
Wakil Ketua I Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Indonesia periode 2019 - 2022 dan Wakil Ketua II Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Periode 2021 - 2023.
Asesor di Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI) untuk izin WMI dan WAPERD.
Penulis buku Reksa Dana dan Obligasi yang diterbitkan Gramedia Elexmedia.
Tulisan merupakan pendapat pribadi

Menakar Efek Tapering dan Debt Ceiling Terhadap Reksa Dana

Kompas.com - 04/10/2021, 14:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Akhir-akhir ini istilah tapering dan debt ceiling di Amerika Serikat banyak menjadi pembahasan di media massa. Kedua kondisi tersebut dikhawatirkan berdampak negatif terhadap pasar modal.

Bagaimana efeknya terhadap investasi reksa dana di Indonesia? Apa yang sebaiknya dilakukan investor?

Tapering

Saat ini, Bank Sentral Amerika Serikat melakukan program stimulus dengan membeli 120 miliar dollar AS per bulan dengan perincian 80 miliar dollar AS untuk obligasi pemerintah dan 40 miliar dollar AS untuk surat utang swasta berbasis KPR. Tindakan ini dikenal dengan istilah Quantitave Easing (QE)

QE bertujuan untuk memastikan sumber pendanaan program pemerintah dan mencegah agar bank tidak sampai mengalami kesulitan likuiditas.

Baca juga: Ada Isu Evergrande dan Tapering, Apa yang Harus Dilakukan Investor?

 

Pencegahan atas risiko likuiditas sangat penting, karena krisis keuangan yang besar biasanya dipicu ada bank yang kolaps karena kesulitan likuiditas

Dengan membaiknya perekonomian, maka stimulus dianggap sudah tidak relevan sehingga perlu dikurangi secara perlahan. Caranya pembelian obligasi berjumlah 120 miliar dollar AS per bulan tersebut akan diturunkan bertahap dan ditargetkan menjadi 0 pada pertengahan atau kuartal 3 tahun 2022. Tindakan ini disebut tapering.

Ada kekhawatiran bahwa stimulus yang berkurang dan hilang nanti ini akan membuat dana asing kembali ke negara asalnya sehingga menyebabkan gejolak pada harga saham dan obligasi.

Debt Ceiling

Istilah ini lebih mengacu pada batasan jumlah hutang yang boleh diterbitkan oleh pemerintah. Biasanya batasan ini ditetapkan dalam Undang-Undang, bisa berbentuk persentase dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau dalam nominal tertentu.

Amerika Serikat dalam Undang-Undang terakhirnya menetapkan batasan nominal yaitu 28,4 triliun dollar AS (setara Rp 404.700 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.250 per dollar AS). Saat ini batasan tersebut sudah hampir terlewati, sehingga jika UU tidak direvisi, maka pemerintah Amerika Serikat tidak dapat menerbitkan utang baru.

Konsekuensinya bisa cukup gawat. Ibarat perusahaan, tidak dapat dana lagi sehingga tidak bisa gaji karyawan dan melaksanakan kegiatan usahanya.

Dalam konteks pemerintah, program pembangunan, gaji PNS, vaksin, bantuan sosial, layanan kepolisian, pemadam kebakaran, kependudukan, bea cukai dan sebagainya bisa berhenti.

Sebagaimana di seluruh dunia, persetujuan UU membutuhkan kesepakatan dua pihak yaitu Eksekutif (Presiden) dan Legislatif (DPR – Senat), sehingga drama tarik ulur politik juga sering terjadi.

Dari kacamata investor, kondisi debt ceiling ini menjadi sentimen negatif untuk harga obligasi. Karena jika mau menerbitkan yang baru, bunga harus lebih tinggi baru menarik bagi investor. Untuk obligasi yang sudah terbit, dampaknya adalah penurunan harga.

Mengapa berdampak terhadap pasar modal Indonesia?

Kedua sentimen di atas, secara spesifik berdampak negatif bagi harga obligasi di Amerika Serikat. Karena merupakan perekonomian terbesar di dunia, turunnya harga obligasi di Amerika Serikat juga turut berdampak terhadap harga obligasi di Indonesia menjadi ikut turun.

Kondisi ini juga diperburuk oleh tingginya inflasi yang disebabkan tingginya harga batu bara, minyak, sawit dan berbagai komoditas lain yang meningkat pesat beberapa bulan terakhir. Secara teori, inflasi yang tinggi juga akan menyebabkan sentimen negatif terhadap harga obligasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Inflasi Medis Kerek Harga Premi Asuransi Kesehatan hingga 20 Persen

Inflasi Medis Kerek Harga Premi Asuransi Kesehatan hingga 20 Persen

Whats New
Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Anggaran Belanja di Tengah Konflik Iran-Israel

Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Anggaran Belanja di Tengah Konflik Iran-Israel

Whats New
Ekspor Batik Aromaterapi Tingkatkan Kesejahteraan Perajin Perempuan Madura

Ekspor Batik Aromaterapi Tingkatkan Kesejahteraan Perajin Perempuan Madura

Whats New
Hadiri Halalbihalal Kementan, Mentan Amran: Kami Cinta Pertanian Indonesia

Hadiri Halalbihalal Kementan, Mentan Amran: Kami Cinta Pertanian Indonesia

Whats New
Pasar Modal adalah Apa? Ini Pengertian, Fungsi, dan Jenisnya

Pasar Modal adalah Apa? Ini Pengertian, Fungsi, dan Jenisnya

Work Smart
Syarat Gadai BPKB Motor di Pegadaian Beserta Prosedurnya, Bisa Online

Syarat Gadai BPKB Motor di Pegadaian Beserta Prosedurnya, Bisa Online

Earn Smart
Erick Thohir Safari ke Qatar, Cari Investor Potensial untuk BSI

Erick Thohir Safari ke Qatar, Cari Investor Potensial untuk BSI

Whats New
Langkah Bijak Menghadapi Halving Bitcoin

Langkah Bijak Menghadapi Halving Bitcoin

Earn Smart
Cara Meminjam Dana KUR Pegadaian, Syarat, dan Bunganya

Cara Meminjam Dana KUR Pegadaian, Syarat, dan Bunganya

Earn Smart
Ada Konflik Iran-Israel, Penjualan Asuransi Bisa Terganggu

Ada Konflik Iran-Israel, Penjualan Asuransi Bisa Terganggu

Whats New
Masih Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 66

Masih Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 66

Work Smart
Tingkatkan Daya Saing, Kementan Lepas Ekspor Komoditas Perkebunan ke Pasar Asia dan Eropa

Tingkatkan Daya Saing, Kementan Lepas Ekspor Komoditas Perkebunan ke Pasar Asia dan Eropa

Whats New
IHSG Turun 2,74 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Saham Rp 11.718 Triliun

IHSG Turun 2,74 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Saham Rp 11.718 Triliun

Whats New
Pelita Air Catat Ketepatan Waktu Terbang 95 Persen pada Periode Libur Lebaran

Pelita Air Catat Ketepatan Waktu Terbang 95 Persen pada Periode Libur Lebaran

Whats New
Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com