Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Baru, RI Sukses Terbangkan Pesawat Pakai Bahan Bakar Nabati

Kompas.com - 07/10/2021, 11:43 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

"Keberhasilan ini akan menjadi tahap awal dalam peningkatan kontribusi bioavtur di sektor transportasi udara, dalam rangka meningkatkan ketahanan dan keamanan energi nasional," kata dia.

Baca juga: Sejarah Baru, Uji Terbang Perdana Pesawat CN235 Pakai Bahan Bakar Bioavtur

Potensi pasar bioavtur Rp 1,1 triliun

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, bahan bakar nabati tersebut memiliki pangsa pasar yang besar yakni mencapai Rp 1,1 triliun. Oleh sebab itu, penting untuk terus dikembangkan.

"Pangsa pasar J2.4 ini diperkirakan mencapai Rp 1,1 triliun," ungkapnya.

Maka untuk mendukung pengembangan bioavtur, pemerintah telah menyediakan insentif perpajakan yang bisa dimanfaatkan oleh korporasi yang terlibat. Insentif itu yakni super deduction tax yang bisa diberikan hingga 300 persen.

"Tentu dengan kebijakan pemerintah yang sudah memberikan super deduction tax, kegiatan-kegiatan ini bisa mendapatkan inovasi tax terhadap korporasi yang mesponsori, dan pemerintah bisa memberikan sampai dengan 300 persen," kata Airlangga.

Baca juga: RUU HPP Disahkan Hari Ini, Simak Poin-poin Pentingnya

Pertamina akan kembangkan J5

Seiring dengan suksesnya uji terbang penggunaan campuran bahan bakar bioavtur J2.4, Pertamina akan langsung mengembangkan campuran bahan bakar bioavtur 5 persen atau J5.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pihaknya akan memproduksi bioavtur J5 dalam waktu dekat. Meski demikian, ia tak menyebutkan kapan waktu pasti produksi J5 bisa dilakukan.

"Tahap kali ini adalah masuk ke avtur mulai dari 2,5 persen. Nanti setelah turn around dari Kilang Cilacap, itu bisa kita tingkatkan menjadi 5 persen, sehingga kita akan produksikan J5 dalam waktu dekat," ungkapnya.

Menurutnya, dalam mengembangkan bioavtur, saat ini ada dua kilang Pertamina yang siap untuk memproduksi bahan bakar nabati itu yakni Kilang Dumai dan Kilang Cilacap.

Di sisi lain, Nicke menyatakan, untuk Pertamina melakukan produksi dan komersialisasi biovtur perlu dilihat kesiapannya secara utuh. Sebab ada bahan baku yang tak bisa dikontrol Pertamina yakni minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).

Selain itu, perlu dipastikan pula kesiapan dari sisi pasar untuk menyerap bioavtur. Dengan demikian, ketika diproduksi untuk komersialisasi, produk ini terus berkelanjutan di serap oleh pasar.

"Dengan adanya komitmen dari pemerintah dan industri CPO, kami berharap ini ada suatu kebijakan yang utuh dari hulu ke hilir, bagaimana suatu program ini bisa kontinyu. Tentu kami harapkan ada suatu komitmen, baik itu volume yang memang dialokasikan untuk bioavtur ini, dan kedua adalah komersialisasinya," jelas Nicke.

Baca juga: Ini Penyebab IHSG Melesat dan Tembus Level 6.400

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com