Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KTP Gabung Jadi NPWP, Menkumham: Tidak Semua WNI Wajib Bayar Pajak

Kompas.com - 07/10/2021, 15:25 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah resmi menambah satu fungsi Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada KTP untuk keperluan perpajakan.

Hal ini menyusul disahkannya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) oleh DPR RI di Sidang Paripurna hari ini, Kamis (7/10/2021). Dengan begitu, NIK pada KTP bisa digunakan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi wajib pajak orang pribadi.

"Dengan menggunakan NIK sebagai pengganti NPWP orang pribadi, akan semakin memudahkan para Wajib Pajak orang pribadi dalam menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban perpajakannya," kata Menkumham Yasonna Laoly dalam.Sidang Paripurna, Kamis (7/10/2021).

Baca juga: UU HPP Disahkan, Batas Penghasilan Kena Pajak Naik Jadi Rp 60 Juta

Yasonna menyebut, tidak semua WNI akan dikenakan pajak penghasilan. Pemerintah tetap memperhatikan pemenuhan syarat subjektif dan objektif untuk membayar pajak.

Dengan demikian, kriteria wajib pajak akan ditetapkan sesuai yang berlaku saat ini. Artinya, pengenaan pajak tidak serta merta ditujukan untuk masyarakat berusia 17 tahun.

"Apabila orang pribadi mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP (penghasilan tidak kena pajak) atau orang pribadi pengusaha mempunyai peredaran bruto di atas Rp 500 juta setahun," tutur Yasonna.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie OFP menambahkan, kebijakan menambah fungsi NIK menjadi NPWP hanya bertujuan untuk mempermudah pemantauan wajib pajak. Hal ini akan berdampak positif pada penerimaan pajak negara, khususnya klaster orang pribadi.

Sebab saat ini, tak semua wajib pajak orang pribadi mendaftarkan diri secara sukarela sebagai wajib pajak, tidak seperti kepemilikan KTP yang diwajibkan.

"Dengan terintegrasinya penggunaan NIK akan mempermudah memantau administrasi wajib pajak Indonesia, khususnya wajib pajak orang pribadi," pungkas Dolfie.

Tak hanya itu, pemerintah juga meningkatkan besaran penghasilan kena pajak (PKP) orang pribadi di lapis terbawah menjadi Rp 60 juta dari Rp 50 juta dengan tarif PPh sebesar 5 persen.

Artinya, pekerja baru akan ditarik pajaknya sebesar 5 persen oleh pemerintah jika penghasilan mencapai Rp 60 juta per tahun, bukan lagi Rp 50 juta.

Baca juga: Pandora Papers Ungkap Skandal Pajak Pemimpin Dunia, Ada Siapa Saja?

 

Di sisi lain, orang kaya dengan penghasilan Rp 5 miliar per tahun dikenakan tarif pajak 35 persen dengan menambah 1 lapisan (bracket) paling atas.

Berikut ini lapisan tarif terbaru pajak penghasilan (PPh) Orang Pribadi (OP).

- Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta kena tarif 5 persen.

- Penghasilan di atas Rp 60 juta - Rp 250 juta kena tarif 15 persen.

- Penghasilan di atas Rp 250 juta - Rp 500 juta kena tarif 25 persen.

- Penghasilan di atas Rp 500 juta - Rp 5 miliar kena tarif 30 persen.

- Penghasilan di atas Rp 5 miliar kena tarif 35 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Proyek Perluasan Stasiun Tanah Abang Mulai Dibangun Mei 2024

Proyek Perluasan Stasiun Tanah Abang Mulai Dibangun Mei 2024

Whats New
Freeport Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda di Papua, Indef Sarankan Ini

Freeport Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda di Papua, Indef Sarankan Ini

Whats New
Obligasi atau Emas, Pilih Mana?

Obligasi atau Emas, Pilih Mana?

Work Smart
Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Whats New
KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

BrandzView
Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 Per Kilogram

Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 Per Kilogram

Whats New
Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Whats New
Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Whats New
HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

Whats New
Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Whats New
BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadhan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadhan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

Whats New
Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Whats New
Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Whats New
Dollar AS Melemah, Kurs Rupiah Masih Bertengger di Rp 16.100

Dollar AS Melemah, Kurs Rupiah Masih Bertengger di Rp 16.100

Whats New
Hilirisasi Nikel, Bagaimana Dampaknya bagi Pertumbuhan Ekonomi?

Hilirisasi Nikel, Bagaimana Dampaknya bagi Pertumbuhan Ekonomi?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com