Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yasonna Laoly Beberkan Perlunya KTP Dijadikan NPWP Pajak

Kompas.com - 08/10/2021, 03:04 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyatakan kebijakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan memudahkan wajib pajak untuk menjalankan kewajiban pajak mereka.

“Hal ini terkait dengan perubahan UU KUP yang ditujukan untuk menuju sistem administrasi perpajakan yang sederhana, mudah, adil, dan memberikan kepastian hukum,” kata Menkumham dilansir dari Antara, Sabtu (8/10/2021). 

Yasonna menjelaskan langkah ini merupakan terobosan baru yang dilakukan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) untuk mengintegrasikan basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan.

Menurutnya, para wajib pajak akan semakin mudah dalam menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban perpajakan mereka jika NPWP diganti dengan NIK.

Baca juga: Siap-siap, KTP Bakal Difungsikan Jadi NPWP Pajak

Meski demikian, ia menegaskan penggunaan NIK tidak berarti semua WNI wajib membayar PPh, namun tetap memperhatikan pemenuhan syarat subjektif dan objektif untuk membayar pajak.

Syarat WNI yang wajib membayar PPh adalah orang pribadi yang mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP atau orang pribadi pengusaha mempunyai peredaran bruto di atas Rp 500 juta setahun.

Dalam UU HPP, pemerintah menaikkan batas Penghasilan Kena Pajak (PKP) orang pribadi dari sebelumnya Rp 50 juta menjadi Rp 60 juta dengan tarif PPh sebesar 5 persen.

Di sisi lain, pemerintah turut mengubah tarif dan menambah lapisan pajak penghasilan orang pribadi sebesar 35 persen untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar.

Baca juga: Apakah Pindah Alamat Harus Ganti NPWP dan Lapor Kantor Pajak?

Sementara untuk Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap yaitu Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun untuk orang pribadi lajang dan tambahan Rp 4,5 juta diberikan untuk WP yang menikah, serta ditambah Rp 4,5 juta untuk setiap tanggungan maksimal tiga orang.

Yasonna menyatakan masa pandemi Covid-19 memberikan momentum dan sudut pandang baru dalam menata ulang serta membangun fondasi baru perekonomian termasuk menata ulang sistem perpajakan.

“Ini dilakukan agar lebih kuat di tengah tantangan pandemi dan dinamika masa depan yang harus terus diantisipasi,” katanya. 

Tata ulang sistem perpajakan ini salah satunya dilakukan melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang sebagai langkah reformasi.

Baca juga: Apa Itu Domisili dan Bagaimana Jika Berbeda dengan KTP?

Reformasi perpajakan diselaraskan dengan langkah pemerintah dalam mempercepat proses pemulihan ekonomi dan meningkatkan kualitas kebijakan fiskal sebagai instrumen untuk mendukung pembangunan nasional.

Yasonna menuturkan reformasi perpajakan bertujuan untuk meningkatkan tax ratio dan kepatuhan pajak agar menjadi lebih baik sekaligus dapat mewujudkan keadilan serta lebih memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan.

Penjelasan Sri Mulyani

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penambahan fungsi NIK KTP menjadi NPWP dapat mengefisiensikan kewajiban perpajakan bagi Orang Pribadi (OP).

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com