Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siap-siap, PLTU Batu Bara Kena Pajak Karbon mulai April 2022

Kompas.com - 08/10/2021, 10:40 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan menerapkan pajak karbon secara bertahap mulai 1 April 2022 dengan sasaran sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang telah disahkan dalam Sidang Paripurna pada Kamis (7/10/2021).

Besaran tarif pajak karbon yang ditetapkan yakni Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e), lebih rendah dari usulan awal yang sebesar Rp 75 per kilogram CO2e.

Baca juga: Pajak Karbon ke PLTU Ditetapkan Rp 30 Per Kg Karbon Dioksida Ekuivalen

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly mengatakan, pengenaan pajak karbon akan dilakukan secara bertahap, serta diselaraskan dengan carbon trading sebagai bagian dari roadmap green economy.

Hal ini untuk meminimalisasi dampak pengenaan pajak karbon terhadap dunia usaha, namun tetap mampu berperan dalam penurunan emisi karbon.

"Untuk tahap awal, mulai 2022, pajak karbon akan diterapkan pada sektor PLTU batu bara dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax)," ujar Yasonna dalam Sidang Paripurna.

Menurut dia, pengenaan pajak karbon merupakan sinyal kuat yang akan mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, serta investasi yang lebih efisien, rendah karbon, dan ramah lingkungan.

Baca juga: Naskah Lengkap UU HPP, Penjelasan, dan Poin-poin Pentingnya

Selain itu, diperlukan pula untuk pengendalian peningkatan emisi gas rumah kaca di atmosfer yang menyebabkan kenaikan suhu permukaan bumi. Sehingga akan menurunkan risiko perubahan iklim dan bencana di Indonesia.

"Pengenaan pajak untuk memulihkan lingkungan, sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon sesuai target Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri, dan 41 persen dengan dukungan internasional di 2030," jelasnya.

Sementara itu, berdasarkan bahan paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna manyatakan, penerapan pajak karbon akan mengedepankan prinsip keadilan (just) dan keterjangkauan (affordable) dengan memperhatikan iklim berusaha dan masyarakat kecil.

Pemerintah juga menyiapkan peta jalan pajak karbon hingga 2025, yang nantinya berlaku dua skema yakni skema perdagangan karbon (cap and trade) dan skema pajak karbon (cap and tax).

Pada skema perdagangan karbon, entitas yang menghasilkan emisi lebih dari cap diharuskan membeli sertifikat izin emisi (SIE) entitas lain yang emisinya di bawah cap. Selain itu, entitas juga dapat membeli seritifikat penurunan emisi (SPE).

Namun jika entitas tersebut tidak dapat membeli SIE atau SPE secara penuh atas kelebihan emisi yang dihasilkan, maka akan berlaku skema cap and tax, yakni sisa emisi yang melebihi cap akan dikenakan pajak karbon.

Baca juga: Isu Punya NIK Wajib Bayar Pajak, Ini Kata Sri Mulyani

Adapun peta jalan pajak karbon sudah dimulai tahun ini, yang mencakup penetapan UU HPP, finalisasi Perpres Nilai Ekonomi Karbon (NEK), serta pengembangan mekanisme teknis pajak karbon dan bursa karbon.

Selain itu mencakup piloting perdagangan karbon di sektor pembangkit oleh Kementerian ESDM dengan tarif Rp 30 per kilogram CO2e atau Rp 30.000 per ton CO2e.

Sementara di 2022, mencakup target penyelesaian penetapan cap untuk sektor pembangkit listrik batu bara oleh Kementerian ESDM. Nantinya, cap yang berlaku untuk penerapan pajak karbon tahun depan masih memakai cap pada saat piloting tahun ini.

Pemerintah menargetkan implementasi pajak karbon berlaku secara penuh di 2025 melalui bursa karbon. Hal ini dilakukan dengan memperluas sektor pemajakan pajak karbon secara bertahap tergantung kesiapan sektornya, sekaligus menetapkan aturan pelaksanaan pajak karbon di setiap sektor.

Baca juga: Pengusaha Tolak Rencana Implementasi Pajak Karbon

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com