JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Satuan Tugas (Satgas) BLBI Rionald Silaban mengatakan, para obligor yang dipanggil satgas selalu mempertanyakan jumlah utang dan mekanisme penghitungan satgas.
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) ini berujar, pertanyaan serupa bahkan seringkali dilontarkan sejak utang BLBI ditangani oleh Panitia Urusan Piutang Negara.
"Kebanyakan dari mereka selalu mempertanyakan sesuatu yang terjadi waktu zaman PUPN juga. Orang-orang ini selalu mempertanyakan soal jumlah (utang)," kata Rio dalam media briefing DJKN, Jumat (8/10/2021).
Baca juga: Profil Suyanto Gondokusumo, Pemilik CFC yang Jadi Pengemplang BLBI
Namun demikian, pada akhirnya satgas tetap berusaha menjelaskan rincian jumlah utang, mengingat sifat pemanggilan satgas adalah penyelesaian dan kemampuan para obligor untuk membayar utang kembali.
Satgas kata Rio, memberikan waktu untuk para obligor dalam menyelesaikan utangnya. Jika masa tersebut sudah selesai namun obligor masih membangkang, satgas tidak segan-segan melakukan tindakan lanjutan sesuai wewenang yang diberikan.
"Kami sampaikan pada akhirnya pemanggilan ini sifatnya dari kita adalah konklusi apakah yang bersangkutan ketika dipanggil mau melakukan secara sukarela atau tidak," beber Rio.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, sampai hari ini pemerintah masih harus membayar biaya dari efek BLBI tahun 1998 tersebut sehingga pengejaran obligor dan debitur dilakukan.
Dia mengaku tak ingin lagi melihat niat baik para debitur dan obligor dalam mengembalikan dana. Dia hanya ingin dana itu segera dibayar karena kasus sudah berlangsung lebih dari 20 tahun.
Baca juga: Sudah 20 Tahun, Suyanto Gondokusumo Heran Dirinya Ditagih Utang BLBI
"Oleh karena itu karena waktunya sudah sangat panjang lebih dari 20 tahun, tentu kita tidak lagi mempertanyakan niat baik atau tidak, tapi mau bayar atau tidak," kata Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Adapun salah satu obligor yang menanyakan mekanisme perhitungan jumlah utang adalah Suyanto Gondokusumo lewat kuasa hukumnya, Jamaslin James Purba. Berdasarkan catatan satgas, Suyanto punya utang Rp 904,4 miliar.
Dia ingin tahu lebih lanjut dari mana asal-usul hitungan utang bermula mengingat pemegang saham Bank Dharmala bukan hanya Suyanto saja.
Dia ingin utang tersebut harus ditagih secara proporsional kepada para pemegang saham Bank Dharmala yang sempat menandatangani perjanjian penyelesaian utang.
"Kita pun ingin tahu, dong hitungannya itu bagaimana. Dari angka yang dicantumkan asal-usulnya darimana. Kalau katanya tanggung jawab pemegang saham Dharmala (Bank Dharmala) itu pemegang sahamnya siapa saja, bukan cuma Pak Suyanto," pungkas Jamaslin.
Baca juga: Kuasa Hukum Obligor BLBI Suyanto: Kenapa Baru 20 Tahun Kemudian Utang Ditagih?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.