JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung tengah jadi sorotan. Ini karena beberapa BUMN yang menggarap proyek tersebut kondisi keuangannya tengah mengap-mengap.
Sebagai rencana menyelamatkan proyek kerja sama Indonesia-China itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemudian meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Dalam Pasal 4 Perpres Nomor 93 Tahun 2021, Jokowi mengizinkan penggunaan dana APBN untuk membiayai Kereta Cepat Jakarta Bandung. Padahal sebelumnya, Jokowi beberapa kali tegas berjanji untuk tidak menggunakan uang rakyat sepeser pun untuk mega proyek tersebut.
Sebelumnya beberapa waktu lalu, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT KAI (Persero) Salusra Wijaya mengatakan kebutuhan investasi proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) membengkak atau mengalami cost overrun (kelebihan biaya) menjadi 8 miliar dollar AS atau setara Rp 114,24 triliun.
Baca juga: Kilas Balik Kereta Cepat: Ditolak Jonan, Kini Mau Pakai Duit APBN
Menurut Salusra, estimasi tersebut turun dari perkiraan pembengkakan awal mencapai 8,6 miliar dolar AS atau Rp 122,8 triliun hingga 11 miliar dollar AS atau Rp 156,8 triliun.
"Jadi perkiraan awalnya itu akan berkembang menjadi 8,6 miliar dollar AS yaitu waktu dibuat estimasinya pada November 2020 oleh konsultan PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) dan estimasi konsultan PSBI itu bahkan mencapai antara 9,9 miliar dollar AS hingga 11 miliar dollar AS," kata Direktur Keuangan & Manajemen Risiko KAI Salusra Wijaya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR, 1 September 2021 lalu.
Salusra menjelaskan biaya awal pembangunan KCJB adalah 6,07 miliar dollar AS atau sekitar Rp 86,5 triliun. Dengan adanya perkiraan pembengkakan anggaran mencapai 8 miliar dollar AS artinya terdapat kenaikan sekitar 1,9 miliar dollar AS atau setara Rp 27,09 triliun.
"Jadi ada kenaikan kira-kira 1,9 miliar dollar AS dengan komposisi yaitu Engineering, Procurement and Construction (EPC) dan Non-EPC 80 persen banding 20 persen," jelasnya.
Baca juga: Alasan Proyek Kereta Cepat Pakai APBN: Keuangan Pemegang Saham Macet
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyebut bahwa pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung adalah hal wajar.
Dia menyebut, adanya pandemi Covid-19 menjadi biang kerok terhambatnya proyek ini yang pada akhirnya berdampak pada biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung bengkak.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.