Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penangkapan Ikan Terukur Berlaku 2022, Ini Zonasi dan Alat Tangkapnya

Kompas.com - 11/10/2021, 12:17 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

"Nanti dibagi siapa yang nangkap, ada berapa perusahaan. Kalau si A dapat izin menangkap 100.000 ton setahun, kalau sudah 100.000 ton setahun, dia tidak boleh lagi. Jadi sehingga betul-betul tidak terlampaui, jadi potensi ikannya tidak rusak," ungkap Zaini.

Sedangkan zona nelayan lokal berada di WPP 571 Selat Malaka dan Laut Andaman, WPP 712 Laut Jawa, WPP 713 Selat Makassar, serta WPP 715 Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau.

Adapun zona spawning and nursery ground berada di WPP 714 Teluk Tolo dan Laut Banda. Zaini bilang, WPP 714 adalah tempat berpijah dan bertelurnya beberapa jenis tuna dan ikan pelagis.

Baca juga: Komnas Kajiskan: Penangkapan Ikan Kerapu Sudah Berlebihan

"Sehingga itu kita batasi, sehingga yang boleh menangkap di situ nantinya hanya nelayan lokal/kecil, (dengan ukuran kapal) hanya sampai 10 GT. Di atas itu enggak boleh. Jadi kosong dan benar-benar harus steril dari penangkapan yang berlebih," beber Zaini.

Agar mudah diawasi, kapal-kapal yang membawa hasil ikan tangkap untuk suplai pasar domestik dan ekspor harus membongkar muatannya di pelabuhan di WPP tempatnya menangkap.

"Dengan penangkapan terukur betul-betul kelihatan, karena hasil tangkapan di Arafura itu tidak boleh dibawa keluar sebelum dia landing di situ," ucap Zaini.

Juru Bicara KKP, Wahyu Muryadi menuturkan, bila mau dibawa ke Jawa, maka ikan tersebut harus terlebih dahulu mendapat di pelabuhan WPP tempat mencari ikan. Ikan-ikan tersebut bakal dipindahkan ke kapal pengangkut supaya lebih terkontrol.

Hal ini kata Wahyu, membuat Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdistribusi maksimal dan ekonomi tidak hanya menggeliat di Jawa. KKP pun akan memberikan sanksi bagi industri yang menangkap ikan melebihi kuota tangkap.

"Kalau wilayah Jawa mau pesan ikan, silakan pesan dari daerah asal. Ikan bisa dikirim pakai kargo udara dan laut dengan rantai pasok dingin kontainer, sehingga mencegah adanya transhipment di tengah laut," ungkap Wahyu.

Baca juga: Tak Puas Hasil Ujian Seleksi PPPK? Ada Waktu 3 Hari untuk Ajukan Sanggahan

Jalur penangkapan ikan

Lebih lanjut dia mengungkapkan, kebijakan penangkapan terukur ini menyempurnakan kebijakan yang telah diimplementasi lebih dulu, salah satunya terkait jalur penangkapan ikan.

KKP belum lama ini memang membagi jalur penangkapan ikan menjadi 3, yakni jalur I untuk 0-4 mil garis pantai, jalur II 4-12 mil dari garis pantai, dan jalur III di atas 12 mil sampai Zona Ekonomi Eksklusif.

Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri KP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di WPP-NRI dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan.

Aturan tersebut merupakan aturan turunan dari PP 27 Tahun 2021 yang merupakan amanat UU Nomor 11 Tahun 2020 alias UU Cipta Kerja. Lewat aturan tersebut, kapal besar dengan ukuran di atas 30 gross ton (GT) hanya boleh menangkap ikan di atas 12 mil dari garis pantai.

"Khusus kapal-kapal yang di atas 30 GT, tidak boleh turun ke bawah 12 mil. Jenis kapal apapun (di atas 30 GT), tidak boleh. Kalau turun dia melanggar. Ini bentuk perlindungan kami terhadap nelayan kecil," ucap Zaini saat sosialisasi Permen 18/2021.

Baca juga: Biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bengkak, Kementerian BUMN Jamin Tak Ada Korupsi

Jalur I hanya diperuntukkan bagi nelayan kecil dengan ukuran kapal hingga 5 GT, sementara jalur II untuk ukuran kapal 5-30 GT. Jalur III untuk kapal-kapal besar di atas 30 GT. Pengaturan ini dibuat untuk melindungi nelayan kecil dan sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com