Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang P Jatmiko
Editor

Penikmat isu-isu ekonomi

Pemerintah Terjebak “Sunk Cost” dalam Proyek Kereta Cepat?

Kompas.com - 12/10/2021, 10:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEMBENGKAKNYA biaya pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung mendorong pemerintah turun tangan. Ya, pemerintah memutuskan untuk menggunakan dana APBN guna membiayai pembangunan proyek triliunan tersebut.

Sebuah kebijakan yang benar-benar berbeda dari yang diputuskan pada 2015 ketika saat itu pemerintah menegaskan untuk tidak menggunakan APBN guna membiayai proyek tersebut.

Tentu, ada pertimbangan tersendiri dari pemerintah untuk ikut membiayai proyek tersebut yang bagi banyak pihak dianggap tidak feasible atau tidak layak.

Namun di sini saya tidak ingin mencoba menghitung apakah proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut feasible atau tidak. Ini karena banyak sekali variabel yang harus dijadikan acuan hitungan.

Baca juga: Dilema Kereta Cepat: Sampai Bandung 46 Menit, Tapi Cuma di Pinggiran

Pun, sejauh ini sudah banyak pihak yang melakukan hitung-hitungan atas kelayakan proyek tersebut.

Akan tetapi, melihat langkah pemerintah yang bela-belain turun tangan dan menggunakan APBN untuk membiayai kereta cepat tersebut, saya jadi ingat istilah sunk cost trap.

Sunk cost sendiri secara harfiah adalah biaya yang tenggelam atau biaya yang hangus. Berapapun biaya yang dikeluarkan, hal itu tidak akan berkontribusi terhadap pendapatan perusahaan ataupun investor di masa mendatang.

Contoh yang relevan untuk saat ini misalnya, di tengah pandemi, sebuah perusahaan tetap membayar sewa gedung meskipun karyawan bisa bekerja di rumah.

Artinya, biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk sewa gedung itu sebenarnya tidak ada dampaknya ke perusahaan seperti meningkatkan efisiensi waktu karyawan, dan sebagainya. Justru sebaliknya, biaya tersebut hangus.

Contoh lainnya, perusahaan tetap membayar karyawan-karyawannya yang senior meskipun mereka tak lagi produktif dan berkontribusi pada kinerja organisasi. Dengan kata lain, ada nggak gaji yang dialokasikan ke karyawan senior tersebut, kinerja perusahaan tak terpengaruh. Justru, membayar mereka adalah sebuah kesia-siaan.

Sunk Cost Trap

Sementara itu mengutip investopedia, sunk cost trap mengacu pada kecenderungan orang yang bertindak secara irasional untuk meneruskan aktivitas yang sebenarnya tidak sesuai dengan harapan mereka. Orang tersebut melakukan itu karena menganggap waktu maupun biaya yang telah dikeluarkan sudah cukup besar.

Contoh yang populer mengenai sunk cost trap ini adalah, ada penonton film yang memilih untuk bertahan duduk di kursi bioskop meskipun dia tidak menikmati film yang diputar. Ini karena mereka menganggap telah banyak berkorban untuk bisa menonton bioskop seperti telah menembus jalanan yang macet, mengumpulkan uang banyak, dan sebagainya.

Baca juga: Mengenal "Sunk Cost Fallacy", Istilah "Bucin" di Dunia Investasi

Demikian pula dengan pengunjung restoran yang memaksakan diri menghabiskan makanan yang dipesan kendati dia sangat tidak menyukai rasanya. Ini lantaran si pengunjung itu terlanjur memesan makanan yang mahal dan melakukan reservasi tempat duduk.

Dalam dunia investasi kita sering melihat banyak investor yang tetap memegang sahamnya kendati saham tersebut telah anjlok di bawah 50 persen. Alasannya, karena emiten tersebut memiliki ikatan emosional dengan keluarganya.

Concorde Fallacy

Concorde, pesawat terbang sipil tercepat yang pernah dibuat, mampu menempuh penerbangan antara London dan New York dalam waktu kurang dari tiga jam.Mirror Concorde, pesawat terbang sipil tercepat yang pernah dibuat, mampu menempuh penerbangan antara London dan New York dalam waktu kurang dari tiga jam.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com