Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KKP Diminta Larang Jaring Tarik Berkantong karena Sama seperti Cantrang

Kompas.com - 13/10/2021, 12:58 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melarang penggunaan cantrang sebagai alat penangkap ikan (API). Dalam aturan baru, cantrang harus diganti dengan jaring tarik berkantong.

Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri KP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di WPP-NRI dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan.

Namun Pengamat Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Suhana menilai, cantrang tidak ada bedanya dengan jaring tarik berkantong. Untuk itu dia meminta pemerintah turut melarang alat tangkap tersebut.

Baca juga: Sudah Tak Relevan, KKP Mutakhirkan Harga Patokan Ikan

"Kalau Menteri KP (Sakti Wahyu Trenggono) konsisten mau berpihak pada kelestarian sumberdaya ikan, seharusnya jaring tarik berkantong dan jaring hela berkantong itu dilarang juga, karena itu nama lain dari trawl," kata Suhana saat dihubungi Kompas.com beberapa waktu lalu.

Suhana menuturkan, perbedaan definisi dalam beleid terbaru antara cantrang dengan jaring tarik berkantong hanya terletak dari bentuk jaringnya saja. Jaring pada cantrang berbentuk diamond mesh, sementara jaring tarik berkantong menggunakan square mesh.

Beleid menyebutkan, cantrang adalah jaring tarik yang pengoperasiannya menggunakan tali selambar panjang di dasar perairan dengan melingkari ikan demersal, kemudian ditarik dan diangkat ke kapal yang sedang berhenti maupun berlabuh jangkar.

Pengoperasian cantrang tidak jauh berbeda dengan jaring tarik berkantong. Pada jaring tarik berkantong, pengoperasiannya juga menggunakan tali selambar di dasar perairan dengan melingkari ikan demersal, kemudian ditarik dan diangkat ke kapal yang sedang berhenti/berlabuh.

"Metode operasinya sama antara cantrang dan jaring tarik berkantong. Hal ini kalau tidak disiapkan dengan baik, akan banyak terjadi pelanggaran di lapangan," ucap Suhana.

Suhana berpendapat, cantrang dan jaring tarik berkantong seolah hanya mengubah nama. Hal serupa juga terlihat pada pasal 5 beleid, yang mengubah nama pukat tarik menjadi jaring tarik. Padahal kata dia, esensi jaring tarik dengan pukat atau trawl tetap sama, tidak ada bedanya.

Untuk itu, Suhana meminta kementerian yang mengurus dunia maritim ini perlu terus belajar dari kasus-kasus sebelumnya. Salah satu kasus yang bisa jadi pelajaran adalah perubahan nama trawl menjadi 9 nama lain.

"Ketika trawl dilarang, maka nelayan mengubah namanya menjadi sekitar 9 nama lain, yaitu Dogol, Pukat Tepi, Otok, Trawl Mini, Payang Alit, Sondong Sambo, Lampara Dasar, Arad, dan cantrang. Padahal secara metode operasinya sama, hanya beda penamaan saja. Artinya ini dapat membuka peluang pelanggaran baru, dengan modus perubahan nama API," pungkas Suhana.

Baca juga: Larang Cantrang, KKP Bakal Kasih Bantuan ke Nelayan Kecil Untuk Ganti Alat Tangkap

Sebelumnya, Direktur Perikanan Tangkap KKP, Muhammad Zaini menyatakan, penggunaan jaring tarik berkantong ini berbeda dengan cantrang. Jaring tarik berkantong tidak bisa ditarik ketika kapal bergerak.

Sedangkan penggunaan cantrang biasanya ditarik ketika kapal bergerak, sehingga ikan-ikan kecil yang seharusnya masih bisa bereproduksi ikut tertangkap dalam jaring.

Kemudian mata jaring yang tadinya rata-rata 1 inci, sekarang diperlebar menjadi 2 inci. Kapasitas panjang tali ris atas juga direvisi dari 1.800 meter menjadi 900 meter. Pemberatnya pun harus menggunakan tali biasa.

"Kalaupun menggunakan pemberat supaya tidak ngambang, dia harus diatur dan tertentu. (Pemeriksaan alat penangkap ikan) ini akan kita lakukan dalam pemeriksaan fisik kapal," rinci Zaini beberapa waktu lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com