Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa APBN Solusi Tepat untuk Kelanjutan Proyek Kereta Cepat?

Kompas.com - 13/10/2021, 19:46 WIB
Muhammad Choirul Anwar

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah pengamat buka suara mengenai rencana penggunaan dana APBN untuk melanjutkan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung memang saat ini diizinkan menggunakan sumber pendanaan dari APBN. Padahal, proyek ini awalnya tidak direncanakan akan memakai uang rakyat.

Pengamat BUMN Universitas Indonesia Toto Pranoto menilai, dalam situasi darurat terkait keberlangsungan proyek, maka suntikan modal dari pemerintah memang bisa menjadi alternatif solusi.

Baca juga: Berapa Uang APBN untuk Tambal Biaya Bengkak Proyek Kereta Cepat?

“Karena situasi emergency, maka kelihatannya PMN (Penyertaan Modal Negara ) dalam jangka pendek ini bisa menjadi solusi alternatif,” kata Toto, Rabu (13/10/2021).

Toto menjelaskan, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung memang menggunakan skema business to business (B to B).

Saat ini progres pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sudah lebih dari 70 persen.

Adapun entitas pemilik proyek ini adalah PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang terdiri atas konsorsium BUMN Indonesia dan perusahaan asal China.

“Lalu ada masalah dari sisi financing proyek, terutama terjadinya cost overrun project. Ini menimbulkan kesulitan karena konsorsium lokal dari BUMN agak kesulitan akibat situasi pandemi,” jelasnya.

Sulit cari dana talangan untuk KCIC

Mengingat progres pembangunan yang sudah mencapai 70 persen, menurut Toto, maka perlu dilakukan langkah penyelamatan. Apalagi, situasi dunia usaha masih terkena dampak pandemi Covid-19.

Toto mengatakan, hampir semua perusahaan pelat merah mengalami kinerja buruk selama pandemi. Profit konsolidasi BUMN tahun lalu hanya sekitar Rp 30 triliun, berbanding terbalik dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 120 triliun.

Baca juga: Alasan Proyek Kereta Cepat Pakai APBN: Keuangan Pemegang Saham Macet

“Dalam kondisi dunia usaha yang masih terkena dampak pandemi,maka sulit mencari dana talangan yang bersifat B to B,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) PIter Abdullah berpendapat, peranan kas keuangan negara dalam membiayai proyek tersebut memang akan memberikan beban lebih.

Risiko keuangan yang timbul dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Namun, berbagai risiko tersebut menjadi harga yang harus dibayar di tengah gencarnya negara dalam membangun infrastruktur.

“Apakah kita menginginkan punya BUMN yang besar dan kuat? PMN Itu adalah penambahan modal. BUMN hanya bisa besar dan kuat apabila memiliki modal yang cukup. Kita sering kontradiktif. Kita selalu minta BUMN bisa besar dan bersaing di global, tapi kita tidak mau keluar modal,” tegasnya.

“Kalau kita tidak mau keluar uang, tidak ada proyek. Tidak ada kemajuan. Semua pasti ada risiko,” sambungnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com