Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tax Amnesty Jilid 2, Pengusaha: Kami Butuh Tata Cara dan Hitung-hitungannya...

Kompas.com - 14/10/2021, 17:08 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan kembali menggelar program pengungkapan sukarela (PPS) alias program pengampunan pajak (tax amnesty) terhadap harta yang belum diambil pajaknya mulai 1 Januari 2022.

Program tersebut mulai berlangsung pada 1 Januari 2021. Namun, hingga kini pemerintah belum menjelaskan secara rinci mekanisme dan tata cara pelaporan. Target, strategi, sasaran, dan mekanismenya masih dalam pembahasan internal.

Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) menjadi salah satu pihak yang menunggu mekanisme tax amnesty tahun depan.

Baca juga: Mengenal Arti Tax Amnesty dan Tujuannya

Ketua Umum DPD Hippi Provinsi DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, pemerintah sebaiknya segera menyosialisasikan mekanisme mengingat program akan terlaksana 2,5 bulan lalu.

"Pelaku usaha sangat butuh mekanisme, tata cara, dan hitung-hitungannya agar tidak ragu untuk mengikuti tax amnesty. Paska disahkan oleh DPR, pengusaha menunggu ada juklak dan juknisnya. Bila perlu ada simulasinya kepada para pengusaha," kata Sarman saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/10/2021).

Sarman menuturkan, suksesnya program tax amnesty bakal bergantung pada sosialisasi. Dia berharap, pemerintah dapat memanfaatkan waktu yang singkat ini untuk melakukan sosialisasi.

Menurut dia, sosialisasi yang baik membuat target yang ditetapkan terwujud, baik dari sisi peningkatan kepatuhan wajib pajak maupun dari sisi penerimaan negara.

Pemerintah sebut Sarman, harus belajar dari program tax amnesty tahun 2016 lalu. Sosialisasi perlu dilakukan agar pelaku usaha tak gamang untuk membedakan mana harta atau aset yang boleh dan tidak dimasukkan dalam program tax amnesty.

"Pemerintah harus cepat bergerak. Jika ingin program ini sukses, terlebih agar pengusaha yang tidak ikut program tax amnesty jilid I yang jumlahnya masih banyak dapat mengikuti tax amnesty jilid II," beber Sarman.

Hal serupa juga disampaikan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani menyatakan, sosialisasi dibutuhkan untuk mereka yang belum mengikuti tax amnesty tahun 2016 lalu.

"Lebih baik sosialisasi lebih cepat supaya masyarakat tahu lebih awal, jadi bisa siap-siap. Kalau pengusaha rata-rata sudah ikut tax amnesty yang pertama jadi mereka paham mekanisme sebelumnya. Saran saya lebih cepat lebih baik mengingat waktunya tinggal sebentar lagi," pungkas Hariyadi.

Sebelumnya diberitakan, akan ada dua kebijakan dalam program tax amnesty tahun depan. Masing-masing kebijakan dibagi dalam 3 kategori yang tarifnya berbeda satu sama lain.

Warga yang sudah mengikuti program tax amnesty terdahulu pun bisa mengikuti program ini kembali. Besaran tarif PPh final rencananya akan lebih tinggi dibanding tarif tebusan saat program pengampunan pajak sebelumnya.

Kebijakan I untuk pengungkapan harta tahun 2015 bagi yang sudah mengikuti tax amnesty tahun 2016 dan kebijakan II untuk mengungkap harta perolehan tahun 2016-2020 untuk yang sudah mengikuti tax amnesty maupun yang belum.

Baca juga: Kemenkeu: Pelaporan Tax Amnesty Tahun Depan Dilakukan Secara Online

Berikut ini rincian kebijakan dan besaran tarifnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com