JAKARTA, KOMPAS.com - Praktik financial technology peer to peer lending (fintech P2P lending) atau biasa disebut pinjaman online (pinjol) tengah disorot oleh banyak pihak dalam kurun waktu beberapa hari terakhir.
Pada awal pekan ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyoroti langsung keberadaan pinjol di Tanah Air.
Ia mengaku masih menerima keluhan dari masyarakat yang dirugikan oleh pinjol karena merasa tertipu atau terlilit bunga pinjaman tinggi.
Baca juga: Tips Mengatur Keuangan agar Tak Terjerat Pinjol Ilegal
Pengamat industri fintech P2P lending Tumbur Pardede menilai, besaran bunga fintech lending sebenarnya sudah sesuai dengan risiko pinjaman.
“Kalau kita bicara bunga, itu sebanding dengan risiko. Kalau kita bicara yang resmi,” kata dia kepada Kompas.com, Jumat (15/10/2021).
Ia menjelaskan, sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), besaran bunga maksimal fintech lending ialah 0,8 persen per hari.
Namun, tidak semua penyelenggara fintech menetapkan bunga pinjaman sesuai dengan ketentuan tersebut.
Mayoritas penyelenggara fintech lending yang fokus pada segmen produktif disebut memasang bunga lebih rendah dari ketentuan itu.
Baca juga: Daftar Pinjol yang Berizin dan Terdaftar OJK Oktober 2021
Sebab, debitur pinjaman segmen produktif memiliki risiko kredit macet yang juga jauh lebih rendah ketimbang debitur pinjaman konsumtif.
Oleh karenanya, Tumbur menyebutkan, fintech P2P lending konsumtif biasanya mematok bunga yang lebih tinggi, dan lebih dekat dengan ketentuan maksimal 0,8 persen per hari.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.