Tumbur yang juga merupakan mantan praktisi di industri fintech P2P mengakui, penyelenggara pinjol konsumtif memiliki rasio kredit macet atau non performing loan yang tinggi.
Namun, untuk mencegah macetnya pengembalian dana lender, penyelenggara fintech P2P lending melakukan write off, dengan dukungan dari super lender.
“Jadi kalau kita bilang penyelnggara NPL nya atau TKD nya bagus itu karena sudah di-write off sama super lender-nya. Tapi kalau aktualnya tinggi,” ujar Tumbur.
Baca juga: Pinjol Ilegal Enggak Ada Matinya, Masih Gentayangan
Dengan melihat tingginya risiko itu, besaran bunga pinjol, khususnya segmen konsumtif dinilai sudah sesuai.
Terkait dengan bunga yang mencekik, Tumbur menilai, hal tersebut dilakukan oleh pinjol ilegal. Pasalnya, semenjak merebaknya pandemi Covid-19 kebutuhan terhadap pinjaman dana secara cepat mengalami peningkatan.
Tingginya kebutuhan pinjaman dana di masyarakat membuat praktik pinjol ilegal semakin menjamur.
“Fintech legal sebenarnya sudah cukup bagus. Tapi itu dirusak image-nya oleh fintech-fintech ilegal ini,” ucap Tumbur.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.