Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Polemik, Besaran Bunga Pinjol Dinilai Sesuai dengan Risiko Pinjaman

Kompas.com - 15/10/2021, 11:45 WIB
Rully R. Ramli,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Praktik financial technology peer to peer lending (fintech P2P lending) atau biasa disebut pinjaman online (pinjol) tengah disorot oleh banyak pihak dalam kurun waktu beberapa hari terakhir.

Pada awal pekan ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyoroti langsung keberadaan pinjol di Tanah Air.

Ia mengaku masih menerima keluhan dari masyarakat yang dirugikan oleh pinjol karena merasa tertipu atau terlilit bunga pinjaman tinggi.

Baca juga: Tips Mengatur Keuangan agar Tak Terjerat Pinjol Ilegal

Pengamat industri fintech P2P lending Tumbur Pardede menilai, besaran bunga fintech lending sebenarnya sudah sesuai dengan risiko pinjaman.

“Kalau kita bicara bunga, itu sebanding dengan risiko. Kalau kita bicara yang resmi,” kata dia kepada Kompas.com, Jumat (15/10/2021).

Ia menjelaskan, sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), besaran bunga maksimal fintech lending ialah 0,8 persen per hari.

Namun, tidak semua penyelenggara fintech menetapkan bunga pinjaman sesuai dengan ketentuan tersebut.

Mayoritas penyelenggara fintech lending yang fokus pada segmen produktif disebut memasang bunga lebih rendah dari ketentuan itu.

Baca juga: Daftar Pinjol yang Berizin dan Terdaftar OJK Oktober 2021

Sebab, debitur pinjaman segmen produktif memiliki risiko kredit macet yang juga jauh lebih rendah ketimbang debitur pinjaman konsumtif.

Oleh karenanya, Tumbur menyebutkan, fintech P2P lending konsumtif biasanya mematok bunga yang lebih tinggi, dan lebih dekat dengan ketentuan maksimal 0,8 persen per hari.

Tumbur yang juga merupakan mantan praktisi di industri fintech P2P mengakui, penyelenggara pinjol konsumtif memiliki rasio kredit macet atau non performing loan yang tinggi.

Namun, untuk mencegah macetnya pengembalian dana lender, penyelenggara fintech P2P lending melakukan write off, dengan dukungan dari super lender.

“Jadi kalau kita bilang penyelnggara NPL nya atau TKD nya bagus itu karena sudah di-write off sama super lender-nya. Tapi kalau aktualnya tinggi,” ujar Tumbur.

Baca juga: Pinjol Ilegal Enggak Ada Matinya, Masih Gentayangan

Dengan melihat tingginya risiko itu, besaran bunga pinjol, khususnya segmen konsumtif dinilai sudah sesuai.

Terkait dengan bunga yang mencekik, Tumbur menilai, hal tersebut dilakukan oleh pinjol ilegal. Pasalnya, semenjak merebaknya pandemi Covid-19 kebutuhan terhadap pinjaman dana secara cepat mengalami peningkatan.

Tingginya kebutuhan pinjaman dana di masyarakat membuat praktik pinjol ilegal semakin menjamur.

“Fintech legal sebenarnya sudah cukup bagus. Tapi itu dirusak image-nya oleh fintech-fintech ilegal ini,” ucap Tumbur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com