Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenaikan Tarif PNBP Perikanan, untuk Siapa?

Kompas.com - 18/10/2021, 07:38 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) perikanan tangkap memicu penolakan nelayan dari berbagai daerah.

Kenaikan tarif PNBP termaktub dalam PP Nomor 85 Tahun 2021 yang merupakan aturan turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Aturan baru itu mengganti beleid sebelumnya, yakni PP Nomor 75 Tahun 2015 pada masa kepemimpinan Susi Pudjiastuti. Kala itu, tarif PNBP juga naik dari sebelumnya sebesar 1 persen yang tercantum dalam PP Nomor 19 Tahun 2006. Untuk kapal 30-60 GT misalnya, tarifnya menjadi 5 persen.

Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI) menjadi salah satu pihak yang terang-terangan menolak kenaikan PNBP. Ketua DPP ANNI, Riyono menyebut, naiknya tarif PNBP di masa pandemi makin membuat nelayan terpuruk.

Dia ingin Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak menarik PNBP kepada nelayan dengan ukuran kapal 5-10 gross ton (GT). Sebab menurut UU Nomor 7 Tahun 2016, nelayan tersebut masuk dalam kelompok nelayan kecil.

Baca juga: Nelayan Tolak Harga Patokan Ikan, KKP: Kami Tak Mungkin Memanipulasi HPI

Mengacu lampiran beleid anyar, kapal skala kecil dengan ukuran 5-60 GT dikenakan tarif PNBP pra produksi sebesar 5 persen, kapal skala menengah dengan ukuran 60-1.000 GT dikenakan tarif 10 persen, dan kapal skala besar dengan ukuran lebih dari 1.000 GT dikenakan tarif 25 persen.

Sedangkan untuk PNBP pasca produksi, tarif PNBP untuk kapal kurang dari 60 GT sebesar 5 persen, dan tarif untuk kapal lebih dari 60 GT sebesar 10 persen.

Rumus besaran biaya yang perlu dikeluarkan nelayan untuk PNBP pra produksi adalah tarif PNBP × produktivitas kapal × Harga Patokan Ikan (HPI) x ukuran kapal (GT). Adapun rumus untuk PNBP pasca produksi adalah tarif PNBP x nilai produksi ikan pada saat didaratkan.

"Nelayan kecil enggak boleh ada tarikan PNBP. Batalin (tarif PNBP) yang 5 persen itu. Jadi (nelayan kecil dengan ukuran kapal) 5-10 GT jangan ditarik. Kalau mau ditarik yang 30 GT ke atas," ucap Riyono ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (17/10/2021).

Sependapat, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengungkapkan, skala nelayan kecil dengan nelayan besar tidak bisa disamaratakan, termasuk dalam hal penarikan PNBP.

Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati menuturkan, penarikan PNBP harus menyasar nelayan besar dan pelaku industri perikanan dalam jumlah besar dengan alat tangkap yang besar.

Berdasarkan data KKP, ada sekitar 181.178 perahu motor tempel dan 175.451 kapal bermesin. Kedua jenis kapal ini banyak digunakan oleh nelayan skala besar yang menggunakan alat tangkap skala besar.

Kemudian, ada 190.923 kapal perahu tanpa mesin yang digunakan oleh nelayan kecil. Mereka biasanya menggunakan alat tangkap ramah lingkungan, seperti jaring, pancing, dan alat tangkap lainnya.

"Nelayan skala kecil atau nelayan tradisional mesti dilayani dengan cara diberikan kemudahan berusaha dengan tidak dibebankan PNBP yang tidak mempersulit usaha perikanan mereka," sebut Susan.

Di sisi lain, masih banyak nelayan kecil yang belum memahami beleid terbaru. Sekretaris Forum Peduli Pulau Pari (FPPP), Sulaiman mengatakan, nelayan di wilayahnya tidak tahu persis seperti apa kenaikan tarif PNBP.

"Kalau asosiasi atau LSM di sini hanya ada kelompok-kelompok nelayan kecil. Soal paham saya rasa pasti banyak yang belum tau, apalagi sampai paham," ungkap Sulaiman.

Lantas, untuk siapa kenaikan tarif PNBP?

Dihubungi terpisah, Juru Bicara KKP, Wahyu Muryadi menegaskan, pemungutan PNBP dilakukan untuk menciptakan keadilan bagi para nelayan. Bahkan dalam aturan baru, KKP menambah klausul PNBP pasca produksi yang hanya menyasar nelayan besar dengan ukuran kapal di atas 30 GT.

Sedangkan nelayan kecil/tradisional dengan ukuran kapal 5 GT tidak akan dipungut PNBP. Aturan serupa berlaku untuk nelayan dengan ukuran kapal sampai 30 GT karena sudah dipungut retribusi daerah oleh Pemda.

Adapun kapal 30 GT ke atas menjadi objek PNBP lantaran pengurusan izin diatur langsung dari pusat. Pemungutan PNBP pasca produksi ini dilakukan secara bertahap sampai semua pelabuhan perikanan siap di tahun 2023 mendatang.

Besaran tarif PNBP skema pasca produksi untuk kapal ikan 30-60 GT adalah 5 persen. Sementara kapal ikan dengan ukuran 60-1.000 GT dikenakan tarif sebesar 10 persen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com