Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Daniel Kwan

IT Practitioner, BI & Analyctic Practitioner, Cryptocurrency-believer, and Blockchain-Enthusiast

Mencermati Era Rintisan Robot Trading di Indonesia

Kompas.com - 18/10/2021, 08:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKSI pemberantasan pinjaman online (pinjol) ilegal oleh kepolisian yang gencar dalam beberapa hari belakangan sepertinya menenggelamkan kegaduhan yang diakibatkan oleh investor-investor foreign exchange (forex) yang tertipu oleh Sunton Capital Indonesia.

Rumornya, Sunton Capital merupakan broker forex yang berkantor pusat di London.

Tidak ada informasi pasti, berapa jumlah investor yang sudah membenamkan pundi-pundi mereka ke Sunton. Ada yang hanya beberapa puluh dollar AS, namun tidak sedikit yang mencapai ribuan, bahkan ratusan ribu dollar AS.

Dengan deposit awal hanya 50 dollar AS, proses registrasinya yang sangat mudah dan dalam hitungan menit saja, para investor sudah langsung menerima sinyal agar dapat bertransaksi forex melalui Sunton.

Dan rumornya, sinyal-sinyal dari Sunton ini lebih akurat dari broker-broker lainnya, sehingga Sunton berani menjanjikan profit 3 persen-5 persen, yang relatif lebih tinggi dibandingkan broker forex resmi lainnya.

Berbekal segala kemudahan dan godaan memperoleh keuntungan dengan cara mudah, instan, terlebih di masa sulit seperti sekarang ini, iming-iming para broker Sunton telah sukses menjerumuskan investor-investor Sunton Capital.

Baca juga: Iming-iming Profit Tinggi dan Stabil Jadi Alasan Orang Tertipu Investasi Bodong Berkedok Robot Trading

Namun kegaduhan yang diakibatkan oleh Sunton di instrument forex ternyata berdampak pada investor-investor di instrumen lain, seperti di cryptocurrency.

MarkAI, yang mengklaim dirinya sebagai perusahaan penyedia Crypto Trading Bot (robot trading kripto) canggih karena berbasis Artificial Intelligence (AI), sehingga dapat secara otomatis mendeteksi dan memanfaatkan peluang profit di perdagangan Cryptocurrency.

Ternyata juga mengindikasikan kegagalan bayar mereka setelah beberapa investor di MarkAI mengaku tidak menerima dana withdrawal meski mereka sudah memproses permintaan tersebut.

Kegaduhan di Whatsapp group Sunton ternyata berdampak pada membanjirnya komen-komen dari para investor MarkAI yang merasa dirugikan. Ternyata, mereka pun ketakutan mengalami nasib serupa seperti investor Sunton tadi.

Ironisnya, MarkAI ternyata tidak sendirian mengalami hal ini. Karena perusahaan sejenis yang juga mengaku menyediakan investasi berbasis Crypto Trading Bot, yakni Forte1 juga mengalami kegaduhan yang sama. Ratusan Whatsagpp group para leader dari Forte1 riuh dibanjiri oleh komen-komen negatif para investor yang mempertanyakan dana withdrawal mereka, sekaligus mempertanyakan kejelasan status investasi mereka.

Tak ayal para leader (atau upline) di Whatsapp group tersebut kewalahan menghadapi komen-komen pedas dan hujatan para investornya. Kegaduhan ini sepertinya tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di belahan dunia lain yang menjadi market Forte1.

Akhirnya, pada 17 Oktober 2021, Chief Executive Officer Forte1 sampai harus mengirim surat resmi berjudul “Technical Incident Update”  kepada seluruh member atau investornya melalui link http://members.forte1.tech/download, yang meskipun judulnya berbau teknis, namun secara konten menyiratkan problem yang mereka tutupi, hingga memberikan opsi bagi para investor untuk me-refund sebesar 1 persen dari investasi yang mereka sepakati di kontrak awal.

Umumnya, kontrak di Forte1 berlaku selama 1 tahun, dan dapat diperpanjang.

Surat Chief Executive Officer Forte1FORTE1 Surat Chief Executive Officer Forte1

Kejanggalan sejak awal

Beberapa bulan yang lalu, ada beberapa teman yang menawarkan berinvestasi di MarkAI dan Forte1. Namun setelah membaca dokumen-dokumen yang dikirimkan, semisal company profile dan business plan, terdapat beberapa kejanggalan.

Pertama, dokumen-dokumen perusahaan tersebut sama sekali tidak menunjukan profile sebagai perusahaan trading atau perusahaan investasi yang menyediakan layanan investasi cryptocurrency yang menggunakan robot trading.

Dokumen-dokumen tersebut lebih mengedepankan iming-iming profit bila bergabung di platform robot trading mereka, sekaligus janji surga berupa profit tambahan jika berhasil merekrut downline atau member baru di platform ini. Dan bonus profit yang dihasilkan akan semakin dashyat bila semakin banyak downline yang masuk.

Sudah seperti MLM kebanyakan, bau amis money game mulai samar tercium.

Kedua, kedua platform investasi ini sama sekali tidak terlihat menyampaikan historical performance mereka, sebagai bukti kalau robot trading mereka memang sudah terbukti mampu menghasilkan profit yang wajar dan menjanjikan bagi para investornya.

Ketiga, kita tidak akan berhasil menemukan profil dari perusahan dan manajemen yang mengoperasikan MarkAI dan Forte1, baik di Linkedin atau pun di Mbah Google sekalipun. Idealnya, kalau memang perusahaan ini dibangun oleh para profesional dari dunia investasi atau dunia teknologi informasi, seharusnya jejak rekam mereka sebagai profesional akan terekam di dunia maya.

Baca juga: Uang Bisa Hilang Seketika, Ini Modus Investasi Bodong Berkedok Robot Trading

Jejak rekam robot trading

Dalam dunia investasi, fenomena trading bot, yang merupakan singkatan dari trading robot, bukanlah hal baru. Dunia investasi di Amerika dan Eropa sudah mengenal robot trading ini sejak dekade 1980-an.

Di masa awal booming komputer, beberapa ahli komputer dan ahli matematika memanfaatkan kemampuan mereka untuk bertransaksi saham. Seluruh data fundamental dan data transaksi diinput secara manual dan mereka melakukan proses perhitungan statistik dengan teknologi komputer yang ada pada masa itu. Hasil pengolahan dan perhitungan itu menjadi dasar mereka untuk keesokan harinya membeli atau menjual saham yang direkomendasikan oleh robot trading mereka.

Perkembangan teknologi komputer, juga kemampuan processing dan penyimpanan, serta teknologi jaringan komputer, telah memungkinkan proses-proses pengumpulan dan analisa-analisa data pasar dan data transaksi yang sebelumnya manual dan ribet, menjadi lebih mudah, lebih cepat, memungkinkan pemrosesan yang lebih kompleks dan advance.

Proses transaksi trading saham yang sebelumnya memakan waktu harian, pada tahun 2000-an awal, sudah dapat diselesaikan dalam hitungan jam, bahkan menit.

Nama-nama lain dari robot trading seperti automated trading system, algorithmic trading system, bahkan high frequency trading system bermunculan di kalangan perusahaan-perusahan investasi dan broker-broker yang memperdagangkan tidak hanya saham, namun juga forex, commodity, futures, bahkan option, dan belakangan merambah ke cryptocurrency.

Tidak ketinggalan pula, perkembangan robot trading tadi telah melahirkan perusahaan teknologi yang fokusnya mengelola dana-dana investor dan perusahaan asset management, dengan bertransaksi dan berinvestasi dengan bantuan automated trading system, algorithmic trading system, bahkan high frequency trading system, atau yang lazim dikenal sebagai perusahaan algorithmic trading firm.

Robot trading di era digital

Film The Hummingbird Project yang dirilis pada 2018 dan dibintangi Jesse Eisenberg dan Salma Hayek, mengisahkan perusahaan yang berinvestasi menggunakan high frequency trading. Trading bot yang mampu mengolah data-data dan memperoses ribuan order pembelian dan order penjualan dalam hitungan milliseconds. Bukan dalam hitungan menit atau jam.

Bagi kebanyakan pembaca, cerita film tadi nampak semacam dongeng fiksi belaka, namun dunia investasi tidak akan pernah melupakan kejadian pada 6 Mei 2010 itu. Dunia investasi dikejutkan oleh kolapsnya beberapa indeks utama seperit di Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq.

Aksi The Flash boys, demikian sebutan Michael Lewis dalam bukunya Flash Boys: A Wall Street Revolt, kepada oknum perusahaan-perusahaan yang mengoperasikan high frequency trading. Kesalahan kecil pada sistem robot trading tersebut melahirkan ratusan ribu transaksi pembelian dan penjualan saham dalam hitungan menit, telah menyeret indeks-indeks tadi turun hingga puluhan persen.

Index Dow Jones pada 6 Mei 2010.DANIEL KWAN Index Dow Jones pada 6 Mei 2010.

Percepatan teknologi digital dan kemudahan akses teknologi informasi sudah memungkinkan robot trading berkembang menjadi sanggat canggih dan advance, terlebih dengan ditopang oleh kemampuan AI, machine learning, dan jaringan telekomunikasi yang kian mumpuni, serta kemampuan komputasi yang sudah jauh lebih canggih dibandingkan era 1980-an.

Beberapa sumber menyebutkan, sedikitnya tujuh puluh lima persen transaksi saham di bursa Amerika dan Eropa dilakukan oleh sistem-sistem semacam robot trading. Hal ini, tentu jauh berbeda dengan kondisi transaksi saham pada 1980-an, yang masih didominasi transaksi yang dilakukan secara manual dan melalui broker.

Baca juga: Soal Robot Trading, Satgas Waspada Investasi: Tidak Ada Keuntungan Fix dalam Trading

Indonesia sambut robot trading

Pada masa-masa sebelum pandemi, penggunaan robot trading di Indonesia sepertinya masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar saja, utamanya para broker. Namun, masa-masa indah perusahaan-perusahan besar tadi tidak akan bertahan lama lagi.

Para investor seyogianya lebih bijak dan hati-hati dalam membaca tawaran peluang investasi yang ditawarkan oleh broker atau perusahaan investasi. Kasus semacam investasi bodong ala Sunton, MarkAI dan Forte1, meski ini bukan yang pertama kali, harusnya dapat menjadi catatan pengingat kita.

Berikut beberapa kiat yang dapat kita petik ketika akan berinvestasi pada perusahaan investasi berbasis robot trading.

Pertama, cek identitas, akuntabilitas, dan kredibilitas dari perusahaan dan manajemen pengelolanya. Jangan sampai investor menyerahkan pundi mereka kepada para pelaku scam.

Kedua, investasi yang ditawarkan memberikan imbal hasil yang realistis. Kalau sudah tidak wajar, sudah hampir pasti, investasi tersebut adalah bodong, atau setidaknya adalah money game.

Ketiga, pastikan perusahaan investasi berbasis trading bot tersebut memiliki proven portfolio management dan trading strategy yang solid dan agile, dan terbukti track record-nya.

Perusahaan investasi ini harus dapat menjelaskan dan menyampaikannya secara transparan dan masuk akal kepada calon investornya.

Di era pasca-pandemi ini, inovasi anak-anak muda Indonesia untuk melahirkan perusahaan-perusahaan trading bot sudah mulai menggeliat. Hal ini terasa wajar, terlebih selama pandemi ini, dunia investasi, baik itu saham, forex, atau pun cryptocurrency mengalami pertumbuhan jumlah investor retail yang luar biasa. Ini menjadi daya tarik yang luar biasa bagi perusahaan rintisan tersebut.

Lahirnya perusahaan-perusahaan rintisan yang berfokus pada investasi berbasis trading bot yang sehat, kredible dan profesional,tentunya dapat menjadi angin segar bagi dunia investasi Indonesia, utamanya dalam menjawab kegelisahan yang diakibatkan oleh platform investasi bodong mengaku berbasis robot trading seperti Sunton, MarkAI, dan Forte1.

Kehadiran industri investasi rintisan berbasis robot trading yang sehat tersebut, diyakini akan mampu mendorong gairah masyarakat untuk berinvestasi, sekaligus menumbuhkembangkan potensi industri investasi di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com