Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Digugat Yusril Soal Ekspor Benur, Ini Komentar KKP

Kompas.com - 21/10/2021, 08:45 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) angkat bicara soal gugatan Yusril Ihza Mahendra terkait larangan ekspor benih lobster.

Gugatan Yusril mewakili PT Kreasi Bahari Mandiri dan beberapa petani di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menolak ekspor benih lobster. Menurutnya, KKP tak berhak melarang barang/jasa termasuk ekspor benih lobster.

Juru Bicara KKP, Wahyu Muryadi mengatakan, larangan ekspor benih lobster yang terbit lagi di zaman Sakti Wahyu Trenggono sudah dikaji mendalam.

Baca juga: KKP: Benih Lobster Boleh Ditangkap tetapi Hanya untuk Riset

 

Pelarangan ekspor benih lobster semata-mata untuk meningkatkan nilai tambah lobster dan memperkaya negara sendiri, bukan negara lain.

"Masak kita biarkan negara lain berjaya dengan memanfaatkan plasma nutfah kita. Kalau kita mau bersabar dengan cara membesarkan di dalam negeri maka nilai tambah lobster tentunya akan dinikmati para pelaku usaha yang lebih menguntungkan," kata Wahyu saat dihubungi Kompas.com, Rabu (20/10/2021).

Terkait gugatan Yusril, Wahyu tidak ambil pusing lantaran judicial review adalah hak konstitusional setiap warga negara. Namun, larangan ekspor benih lobster yang diterbitkan KKP sudah mempertimbangkan segala aspek.

Aspek utamanya adalah demi kepentingan nasional dan demi mensejahterakan para nelayan, termasuk pencari benur lobster. Sebab kebijakan tersebut disusul dengan solusi menghidupkan usaha budidaya lobster.

Bahkan untuk budidaya saja, pemerintah tetap membatasi penangkapannya. Nelayan baru boleh mengekspor lobster konsumsi dengan berat minimal 150 gram setelah melalui proses pembesaran dari ukuran 5 gram.

Sementara dari sisi kebijakan, larangan ekspor benih lobster sudah dibahas lintas kementerian, berupa harmonisasi kebijakan dan atas sepengetahuan Menseskab. Setiap peraturan menteri (Permen) yang terbit harus melewati prosedur tersebut.

"KKP berkewajiban menjaga benih bening lobster sebagai plasma nutfah agar tidak dieksploitasi dengan cara diekspor ke luar negeri yang jelas-jelas akan menguntungkan negara lain, dalam hal ini Vietnam," ucap Wahyu.

Vietnam jadi Eksportir Lobster Terbesar

Wahyu menjelaskan, Indonesia akan lebih untung bila membudidaya lobster terlebih dahulu sebelum mengekspor.

Sebelum ekspor dilarang, benih lobster kerap dikirim ke Vietnam untuk dibesarkan di sana. Hal ini membuat Vietnam menjadi pengekspor utama lobster di dunia, padahal bibit tersebut didapatnya dari Indonesia.

Baca juga: Sepanjang 2021, KKP Gagalkan Penyelundupan 3,8 Juta Benih Lobster Senilai Rp 159,9 Miliar

Dengan pembesaran lobster, Indonesia berpotensi menjadi pengekspor lobster konsumsi utama di dunia, termasuk China yang merupakan pasar utama lobster hidup dunia

"Apalagi pasca perang dagang China-Australia, RI perlu merebut pasar China. Dan KKP bertanggungjawab dalam menjaga keberlanjutan ekonomi lobster. Lobster tetap lestari dan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya meningkat," beber dia.

Lebih lanjut dia menuturkan, ekspor benih lobster harus dihentikan lantaran Indonesia menjadi satu-satunya negara yang beberapa waktu lalu masih mengizinkan ekspor plasma nutfah. Di negara lain, plasma nutfah biasanya dilindungi secara ketat oleh negara.

Untuk melanggengkan upaya tersebut, pihaknya akan mendorong upaya budidaya lobster dan mencegah semaksimal mungkin segala penyelundupan benih ke luar negeri dengan bantuan aparat penegak hukum.

"Apa jadinya kalau kita menjadi satu-satunya negara di dunia yang mengekspor plasma nutfah? Lalu memberikannya dengan harga murah untuk dibesarkan dan menguntungkan negara lain? Kinilah saatnya kita berikhtiar membesarkan benur lobster," pungkas Wahyu.

Gugatan Yusril

Sebagai informasi, pengacara senior dan mantan Menkumham dan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra mengajukan Permohonan Judicial Review (JR) meminta Mahkamah Agung membatalkan larangan ekspor benih lobster.

Larangan tersebut tertuang dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2021 yang ditandatangani oleh Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono tanggal 24 Mei 2021.

Yusril dan para advokat IHZA & IHZA LAW FIRM beralasan, kewenangan membatasi ekspor barang/jasa termasuk ikan dan benih lobster bukan terletak pada menteri KP, telah diambil alih langsung oleh Presiden dengan terbitnya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Adapun presiden telah mengatur sendiri barang dan jasa yang boleh diekspor dan diimpor melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 untuk melaksanakan Omnibus Law.

"Dengan aturan ini, jelaslah menteri KP telah bertindak di luar kewenangannya membuat peraturan yang melarang ekspor benih lobster. Tindakan di luar kewenangan itu bisa juga disebut sebagai tindakan sewenang-wenang dan mengada-ada," jelas Yusril.

Baca juga: Ekspor Dilarang, KKP Selamatkan Rp 138,4 Miliar dari Penyelundupan Benih Lobster

Kebijakan Menteri KP disebutnya membuat pengusaha perikanan dan nelayan kecil terombang-ambing.

Mereka telah melakukan investasi dan mengurus izin penangkapan, penangkaran, dan ekspor benih lobster dengan biaya tidak sedikit. Namun biaya yang dikeluarkan tiba-tiba menjadi tidak kembali lantaran ekspor benih lobster kembali dilarang.

"Akhirnya yang menderita kerugian di tengah pandemi adalah para eksportir benih dan nelayan kecil di desa-desa. Pencitraan ternyata sangat mahal dan tega-teganya mengorbankan rakyat sendiri," sebut Yusril.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com